Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) tampaknya masih belum akan mendeklarasikan calon presiden (capres) yang diusungnya dalam waktu dekat. Koalisi yang beranggotakan Golkar, PAN dan PPP ini sepertinya tidak sekadar menunggu momentum atau waktu yang tepat, akan tetapi memang masih belum sependapat dalam memformulasikan sosok yang tepat dan ideal dalam memimpin bangsa lima tahun ke depan pasca Pilpres 2024.
KIB, bercermin dari ragam pandangan sejumlah pengamat politik, terkesan masih 'bersitegang' terkait dua hal pokok. Yakni, kinerja dan elektabilitas dari figur yang akan dipilih. Kinerja berbasis pada kemampuan, rekam jejak dan pengalaman, sementara elektabilitas dari hasil jajak pendapat.
Merujuk pada kinerja, sikap Golkar teguh, tetap mengedepankan ketua umumnya yakni Airlangga Hartarto. Internal partai beringin solid mendukung penuh Airlangga Hartarto. Dukungan penuh dari akar rumput itu diperkuat pula oleh para tetua partai, baik Ketua Dewan Pembina Aburizal Bakrie, Ketua Dewan Kehormatan Akbar Tandjung dan Ketua Dewan Pakar Agung Laksono.
Kehadiran ketiga tokoh senior partai tertua itu saat Airlangga Hartarto menutup rapat koordinasi nasional (Rakornas) Media dan Penggalangan Opini (MPO) Partai Golkar, Rabu (23/11/222) malam lalu di Hotel Sultan, Senayan, memperkuat kesan bagaimana 'dewa-dewa' Golkar itu akan optimal memperjuangkan Airlangga Hartarto yang juga Menko Perekonomian itu.
Desakan agar KIB segera mendeklarasikan calon yang diusung menjadi capres kembali menguat belakangan ini. Desakan, atau permintaan, itu tidak hanya datang dari kader partai koalisi di berbagai daerah akan tetapi juga dari masyarakat umum serta loyalis atau pendukung partai.
Beberapa daerah seperti Banten dan Makassar, merujuk dari Kompas.com, memberi sinyal kuat agar KIB segera mendeklarasikan Airlangga Hartarto sebagai capres. Tetapi, di beberapa daerah lain, elit PAN dan PPP cenderung memilih calon lain.
Dari pandangan Muslim Arbi, direktur Gerakan Perubahan, dukungan terhadap Airlangga Hartarto di Banten, Makassar dan beberapa provinsi lain itu sebenarnya sudah bisa menjadi rujukan bagi KIB untuk mendeklarasikan Airlangga Hartarto. Dengan demikian, katanya, agenda konsolidasi KIB bisa segera disusun dan disosialisasikan untuk membangun kekuatan.
Artinya, mesin masing-masing anggota KIB akan bergerak. Jika tidak, akar rumput akan bergerak sendiri. PAN, misalnya, sudah tereduksi karena sebagian kadernya berpaling Ganjar Pranowo atau Anies Baswedan. Begitu juga PPP. Bahkan belakangan PKB pun mulai mendekat ke Anies Baswedan. Fenomena itu memberikan kesan bahwa mestinya KIB jangan berlama-lama lagi mengumumkan nama capresnya.
Capres yang dideklarasikan lebih awal akan diuji oleh publik dalam berbagai hal untuk menjadi pemimpin nasional lima tahun ke depan. Karena, pada dasarnya, rakyatlah yang akan memilih. Capres hasil pencitraan akan mati angin. Karena rakyat sudah semakin cerdas.
Saran agar KIB mendeklarasikan capres dari kalangan internal, sebagaimana disampaikan oleh Presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu, tidak hanya disetujui oleh Muslim Arbi dari Gerakan Perubahan. Siti Zuhro dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) termasuk dalam jajaran pengamat yang paling awal menegaskan hal itu. Siti Zuhro secara terbuka bahkan sudah menyebut nama, yakni Airlangga Hartarto, dari kalangan pemimpin partai yang memiliki kemampuan, rekam jejak dan pengalaman mumpuni.
Kendati demikian, Siti Zuhro enggan menyalahkan KIB karena tidak buru-buru mendeklarasikan Airlangga Hartarto. Setiap partai, apalagi koalisi, tentunya memiliki dinamika. Namun, dia berterus terang bahwa sejak dulu tidak pernah mengutamakan hasil survei dalam menentukan keterpilihan.