BELASAN tahun silam ada kuis atau game-show populer yang ditayangkan di beberapa televisi swasta Indonesia. Deal or No Deal. Paparan ini tidak secara subtansial mengulas kuis yang pernah membuat Tantowi Yahya menjadi host/presenter favorit dan meraih penghargaan Panasonic Award 2009--jauh sebelum politisi Golkar itu menjadi Dubes di Selandia Baru.
Saat ini, Deal or No Deal menjadi frasa yang ikut mewarnai perbincangan hangat jagat politik nasional. Sejatinya terkait 'pencarian' calon wakil presiden (cawapres) dari seorang Anies Rasyid Baswedan. Penguasa DKI Jakarta yang pada 16 Oktober 2022 resmi meninggalkan kursi gubernur itu tengah melakukan safari politik demi memenuhi ambisinya sebagai capres.
Anies sudah bertemu Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Dalam pertemuan di Kantor DPP Demokrat itu, Jumat (7/10), keduanya terlihat akrab. Namun, dari pandangan sejumlah pengamat, tak bisa dipungkiri jika Anies 'sukses' untuk menahan diri dengan secara langsung mengajukan pinangan pada ketum Demokrat tersebut. Sebaliknya, AHY merasa 'chemistry'-nya sudah nyambung dengan mantan Mendikbud itu.
No Deal, Adi Prayitno. Direktur Parameter Politik Indonesia itu tak cuma mengamati gestur tubuh Anies dan AHY saat berbicara dan saling memuji. Akan tetapi, Adi Prayitno juga mencermati betapa Anies tidak terbawa atau terpengaruh dengan berbagai pancingan AHY yang terus mengumbangnya.
Secara umum, kata Adi Prayitno, pidato Anies-AHY mengandung kecocokan, saling puji, dan serasi kerjasama di 2024. Pada level itu deal. Tapi pada level Anies-AHY berpasangan no deal, ungkap Adi seperti dikutip media.
Jika disederhanakan, pada tataran kepentingan untuk 2024, Anies dan AHY sepakat untuk kerja sama politik. Namun, pada tataran pasangan calon dinilai belum ditemukan kata sepakat.
Intinya, pada level paslon no deal. Padahal, AHY sudah mengurai kode keras. Misalnya, bahwa perkenalan dengan Anies sudah lama. Anies juga sempat ikut konvensi Demokrat.
Kita ketahui bahwa Anies diberi keleluasaan oleh Surya Paloh, ketum NasDem, untuk menentukan cawapresnya sendiri. Mantan Rektor Paramadina itu juga tidak dipaksa kader Partai Nasdem.
Kendati demikian Adi Prayitno tetap melihat adanya peluang bersatunya Anies dengan AHY itu. Dia mempertimbangkan poros NasDem, Demokrat, dan PKS saling mengunci dan membutuhkan untuk berlaga di 2024.
Adi Prayitno mengurai alasannya. Seperti dikutip dari Kompas.com, yang pertama, AHY masuk bursa cawapres unggulan yang punya elektabilitas. Kedua, AHY Ketum Demorkat yang bisa mengunci Anies bisa maju pilpres atau tidak. Poin kedua itu bisa dianulir jika Demokrat ikhlas lillahi ta'ala dukung Anies tanpa harus AHY cawapres.