Lihat ke Halaman Asli

Tb Adhi

Pencinta Damai

Besok, Puncak Perayaan Tradisi Yaqowiyu

Diperbarui: 15 September 2022   09:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto: Pemprov Jateng


Kue Apem Yaqowiyu yang akan disebarkan ke masyarakat. Foto dari sebaran kue apem perayaan puncak Yaqowiyu beberapa tahun silam.

TIDAK terasa perayaan puncak Yaqowiyu 2022 sudah di depan mata. Satu hari lagi menuju perayaan puncak tradisi Yaqowiyu di Jatinom, Klaten, Jawa Tengah. Tepatnya, besok, yakni Jumat, 16 September 2022. Para peziarah dari luar kota, mulai dari Magelang, Demak, hingga kota-kota di Jatim seperti Tuban, sudah berdatangan dan membaur bersama masyarakat sekitar.

Setelah dua tahun terakhir tradisi Yaqowiyu yang biasa ditandai dengan sebaran berton-ton kue apem digelar secara sangat sederhana dan virtual karena karena pandemi Covid-19, perayaan Yaqowiyu di pertengahan Bulan Sapar 2022 Masehi ini diselenggarakan kembali secara besar-besaran. 

Sejak Kamis pekan lalu, 8 September, perayaan Yaqowiyu sudah dimulai dengan kumandang dzikir dan tahlil. Jatinom kembali bergairah. Wisata religi melalui perayaan tradisi Yaqowiyu kembali menghidupkan perekonomian di sana.

Warga sekitar kembali bersemangat, karena Yaqowiyu membuat perekomian Jatinom dan umumnya Klaten kembali bangkit. Tradisi yang sudah berjalan sejak ratusan tahun lalu itu, lebih menekankan pada silaturahim antar warga, saling memaafkan, saling bergotong royong, berbagi, kebersamaan dan saling mendoakan. Tentunya juga dengan berdoa bersama untuk keselamatan, keberkahan dan mencari ridla dari Tuhan.

Tahun silam, meski digelar apa adanya atau sederhana, ada Zikir Kebangsaan, yang dikumandangkan ke langit sebagai doa keselamatan agar dijauhi dari musibah karena pandemi Covid-19 yang berkepanjanga.

Zikir dan doa, menjadi pedoman dari Ki Ageng Gribig, ulama penyebar agama Islam di wilayah Jatinom. Ki Ageng Gribig juga dikenal sebagai salah satu bangsawan Majapahit, putra Prabu Brawijaya yang banyak belajar agama Islam hingga ke Tanah Suci dan menunaikan ibadah haji di Mekah.

Kearifan lokal yang ditularkan Ki Ageng Gribig itu menjadi nilai-nilai luhur yang dipegang masyarakat sekitar tanpa terkotak-kotak dengan pembatasan lain yang sering disematkan. Misalnya, kue apem yang disebarkan, yang keseluruhannya mencapai empat ton lebih, dibuat secara bergotong royong oleh warga. Masing--masing warga membuat dan menyerahkan tanpa membedakan siapa-siapa di antara mereka.

Dari penelusuran penulis, kue apam atau apem berasal dari kata affan atau affuwun yang artinya memaafkan. Filosofinya, ini ajakan untuk menebarkan sikap saling memaafkan diantara sesama. Tradisi ini juga menguatkan rasa persaudaraan di antara warga, dan bahkan menjaga ikatan antara warga dan desanya. Hal itu, sangat terlihat pada saat pelaksanaan upacara tradisi Yaqowiyu. Banyak warga yang tengah merantau, menyempatkan diri untuk 'mudik' pada hari pelaksanaan Yaqowiyu.

Warga sekitar dan pendatang tidak sekadar menonton tetapi tetap melibatkan diri dalam rangkaian kegiatan Yaqowiyu. Meski bernuansa keagamaan (Islam), tradisi ini dapat diterima masyarakat sekitarnya. Karena itu, Yaqowiyu layak untuk tetap dipertahankan keberadaannya dan keberlangsungannya. Ini adalah kepiawaian seorang ulama di masa lalu yang mampu memandang masa depannya yang jauh, Ki Ageng Gribig.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline