Aku berkendara di tengah kota
Memaki orang pengendara berandal
Di sebuah perempatan jalan, kau mencegat aku bersama kuda besiku
Ini adalah tanggal tua
Pejabat negeri butuh sesuap nasi
Dari sana-sini ia beraksi
Kau tanyai aku surat kendaraan, aku bilang aku tak punya
Penutup kepala melingkar seperti tempurung kelapa
Kau bilang peduli keselamatan hidupku
Kau bilang aku harus sudah dewasa
Kau bilang, perkataanmu tak mau ku dengar
Tapi tiba tiba mulutmu bungkam
Dijahit benang sulam diukir malam
Saat ku ambil selembar kertas biru dari saku
Kau sok peduli,
Terlalu banyak basa basi untuk sekedar mengambil uang
Hargamu sangat murah,
Aku tak ingin mengulang kejadian itu lagi
Aku turuti saranmu
Menghampiri gubuk tempatmu dan teman temanmu beraksi
Pas foto dan fotokopi KTP sekedar syarat
Seragam kebesaran disalahgunakan
Kehadiranku untuk membuat surat agar aku tidak dicegatmu lagi di tengah jalan
Mereka bilang ada tes yang harus ku lalui
Tapi kau bilang, kamu mau membantu
Kini dengan tiga lembar kertas warna merah
Tanganmu sangat ringan mengambilnya dari telapak tangan
Satu lembar syarat negara, dua lembar masuk saku bajumu
Kini hargamu jauh lebih mahal
Kami sudah menggajimu
Setiap bulan, setiap tahun uang kami ditarik
Tapi kenapa kau masih memeras kantongku
Kantong saku ini tak setebal isi di dompetmu
Rekeningmu menggelembung bernilai fantastis
Padahal golonganmu hanya golongan tiga
Kau bangga kaya raya, tapi tetanggamu menderita
Kau bangga banyak harta, tapi banyak orang minta-minta
Kau bangga mobilmu mewah, tapi kami tak punya sawah
Kau bangga berseragam dinas, duit kami yang kau peras
Pekanbaru, 22 Januari 2014
var vglnk = { api_url: '//api.viglink.com/api', key: 'a187ca0f52aa99eb8b5c172d5d93c05b' };
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H