Tafsir al-qur'an merupakan ilmu pengetahuan yang bertujuan untuk mengetahui, memahami, dan maksud dari suatu hal yang bersangkutan dengan al-qur'an. Tafsir disini berfungsi sebagai mubayyin (pemberi penjelasan), menjelaskan tentang arti dan kandungan al-qur'an, khususnya menyangkut ayat-ayat yang sukar dipahami dan samar artinya.
Dalam menafsirkan al-qur'an, tidak bisa dilakukan secara sembarangan sesuai dengan keinginan pribadi, akan tetapi harus memenuhi kriteria yang sesuai, seperti; kecerdasan yang mumpuni, jalur guru, dan pendidikan (sanad) yang terhubung kepada Rasulullah SAW. Selain itu, menafsirkan al-qur'an juga harus menguasai ilmu-ilmu tertentu seperti ilmu Nahwu (tata bahasa), Shorof (morfologi), Balaghoh (kesastraan), Bahasa Arab, Ushul Fiqih (kaidah hukum), dan lain sebagainya.
Menjadi seorang mufassir (penafsir) tidaklah harus orang Arab. Menafsirkan al-qur'an boleh dilakukan oleh siapa saja asalkan memenuhi syarat, ketentuan, dan kriterianya. Salah satu contohnya yaitu para ahli tafsir indonesia yang banyak mengeluarkan hasil karya tafsirnya, diantaranya;
1. Syekh Nawawi al-Bantani
Syekh Nawawi al-Bantani memiliki nama lengkap Abu Abdul Mu'thi Muhammad Nawawi bin Umar bin Arabi. Beliau lahir pada tahun 1230 H/1813 M di Kampung Tanara, Kecamatan Tirtayasa, Kabupaten Serang, Banten. Beliau merupakan seorang ulama besar yang bermadzhab syafi'i asal Indonesia yang bertaraf internasional. Beliau pernah menjadi imam masjidil haram di Saudi Arabia. Ia bergelar al-Bantani karena berasal dari banten, Indonesia. Ia merupakan ulama intelektual yang sangat produktif menulis kitab, jumlah karyanya kurang lebih mencapai 115 kitab yang meliputi bidang ilmu tafsir, fiqih, tasawuf, tauhid dan ilmu hadits. Karena kemasyhurannya, ia dijuluki Sayyid Ulama al-Hijaz (pemimpin ulama hijaz), al-Imam al-Muhaqqiq wa al-Fahhamah al-Mudaqqiq (imam yang mumpuni ilmunya), hingga Imam Ulama al-Haramain (imam 'ulama dua kota suci).
Karya Syekh Nawawi al-Bantani dalam bidang tafsir yaitu kitab Marah Labid li Kasyfi Ma'na Qur'an Majid. Di Indonesia lebih dikenal dengan nama Tafsir al-Munir. Kitab ini merupakan karya tafsir al-qur'an pertama yang ditulis dengan bahasa Arab secara langsung oleh seorang ulama yang berasal dari Indonesia yaitu dari Banten. Dalam menulis kitab tafsir ini, Syekh Nawawi cenderung menggunakan metode ijmali yang tergolong sebagai tafsir bil Ma'tsur. Tafsir Marah Labid ditulis secara sistematis, dimulai dari surah Al-Fatihah hingga surah An-Nas yang terbagi dalam dua jilid. Kitab ini selesai ditulis di Mekkah pada malam rabu, 5 Rabiul Akhir 1305 H/20 Desember 1887 M. Karya ini kemudian pertama kali dicetak oleh al-Mathbaah al-Ustmaniyah (Al-Amiriyyyah) di Kairo beberapa bulan setelah selesainya kitab tafsir tersebut.
2. Syekh Abdul Rauf as-Singkili
Nama lengkap beliau adalah Aminudin Abdur Rauf bin Ali al-Jawi Tsumal Fansuri as-Singkili. Ia lahir di Aceh pada tahun 1024 H/1615 M. Syekh Abdul Rauf as-Singkili dikenal juga dengan gelar Teuku Syekh Kuala (bahasa aceh, artinya Syekh Ulama di Kuala) . Sebagian keterangan menyatakan bahwa keluarganya berasal dari keturunan Persia atau Arabia yang menetap di Singkil Aceh pada akhir abad ke-13. Ia merupakan ulama yang memiliki pengaruh besar dalam penyebaran agama Islam di Sumatera umumnya di Nusantara. Beliau sangat lekat dengan Tarekat Syattariah dan merupakan orang pertama yang mengenalkannya di Indonesia. Dalam bidang keilmuan, Syekh Abdul Rauf as-Singkili juga dikenal sebagai ulama yang produktif menuliskan sejumlah karya dari berbagai bidang, beliau sudah menggarap sekitar 21 karya tulis yang terdiri dari satu kitab tafsir, dua kitab hadits, tiga kitab fiqih, dan sebagian sisanya adalah kitab tasawuf.
Dari sekian banyak karyanya, ada satu karya beliau yang dianggap paling penting bagi kemajuan Islam di Nusantara, yaitu kitab tafsirnya yang berjudul Tarjuman al-Mustafid. Kitab ini ditulis ketika Syekh Kuala masih berada di Aceh. Tafsir ini merupakan tafsir pertama di Nusantara yang ditulis secara lengkap dan menggunakan bahasa Melayu. Secara garis besar, tafsir Tarjuman al-Mustafid ini menggunakan metode tahlili yakni menjelaskan kandungan ayat secara berurutan. Dalam menyusun tafsir ini, Syekh Abdur Rauf tidak terpaku pada corak fiqih dan tasawufnya saja, tapi berupaya menggunakan corak yang sesuai dengan kandungan ayatnya. Uraian dalam tafsir ini dibuat menggunakan penjelasan yang singkat, jelas, padat dan berurutan, agar bisa dengan mudah dipelajari oleh para pembaca yang akan mendalami kitab tafsirnya.