Lihat ke Halaman Asli

tazkia Yustisiani

mahasiswa kedokteran gigi

Sudut Pandang Hukum Mengenai Kedudukan Informed Consent

Diperbarui: 20 Januari 2023   17:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Berkembangnya dunia kesehatan saat ini, tidak hanya membahas tentang etiologi timbulnya penyakit, tetapi juga membahas tentang penanganannya dan fasilitas pendukungnya. Pelayanan kesehatan yang baik merupakan salah satu tujuan dari pembangunan nasional. Pelayanan kesehatan yang baik terdiri dari seorang dokter yang bekerja secara kompeten dan sesuai dengan standar operasional (SOP) yang berlaku, agar semua orang dapat mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak.

Pelayanan kesehatan juga dapat terdiri dari lengkapnya fasilitas yang ada, sarana prasarana yang memadai. Seorang dokter harus memberikan pelayanan kesehatan yang baik bagi pasien, dan aman bagi pasien, serta tidak menimbulkan kerugian bagi pasien.

Seorang dokter apabila melakukan penyimpangan dari apa yang seharusnya dilakukan atau melakukan tindakan yang tidak sesuai standar profesi medis, maka dokter tersebut dapat dipersalahkan. Namun tidak semua dokter dapat dipersalahkan ada beberapa hal yang perlu di teliti dan dikaji terlebih dahulu, tidak semua hal yang merugikan pasien dapat terjadi karena kelalaian dokter, untuk melindungi dokter dari hal hal yang tidak di inginkan, maka diperlukan Informed Consent.

Informed Consent merupakan suatu kesepakatan / persetujuan pasien atas upaya medis yang akan dilakukan dokter kepada dirinya, di dalam informed consent berisi prosedur mengenai tindakan yang diberikan, serta berisi penjabaran tentang resiko tindakan kedokteran yang dilakukan. Informed Consent dianggap sebagai standar pelayanan dokter terhadap pasien, yang benar dipertanggung jawabkan. 

Oleh karena itu seorang dokter harus benar benar mampu memberikan atau menjelaskan informasi yang akurat dan juga dapat dimengerti oleh pasien dan keluarganya, agar dalam melakukan tindakan medis, pasien dapat memahaminya. Konsekuensi dari tindakan yang tidak sesuai dengan Informed Consent dapat berakibat pada adanya tuntutan secara perdata, berupa tuntutan ganti rugi apabila tindakan medis yang dilakukan oleh seorang dokter merugikan pasien, dapat pula terjadi tuntutan secara pidana bilamana dalam tindakan medis yang dilakukan terjadi kesalahan yang menimbulkan kecacatan.

Adanya Informed Consent memberi pegangan bagi dokter dalam melakukan tindakan medis sesuai dengan profesinya, dan bagi pasien sebagai bentuk perlindungan hukum jika suatu tindakan medis terdapat resiko yang dialaminya.

Informed Consent merupakan suatu hal yang sangat penting dalam dunia medis, menurut pandangan saya adanya Informed Consent akan mendorong dokter dan tenaga kesehatan lainnya untuk melakukan kehati hatian dalam mengobati pasien, atau yang dikenal dengan self security, tidak hanya itu adanya Informed Consent akan memberikan penghormatan terhadap harkat dan martabat pasien selaku manusia, dalam arti disini kedudukan Informed Consent akan memberikan rasa aman kepada pasien dalam melaksanakan prosedur medis, Informed Consent juga dapat menghindari penipuan dan misleading oleh dokter. 

Seorang dokter dalam menegakkan diagnosa haruslah akurat, untuk mendapatkan hasil diagnosa yang akurat di butuhkan anamnesis yang mendetail. Anamnesis merupakan upaya menggali informasi yang dilakukan dokter kepada pasien, dengan cara menanyakan keluhannya secara mendetail, selain dengan anamnesis dokter juga dapat melakukan pemeriksaan penunjang untuk membantu mendiagnosis pasien. Oleh karena itu dengan adanya Informed Consent akan membantu dokter untuk mengambil keputusan dengan cermat, dan lebih rasional.

Adanya Informed Consent tidak berarti bahwa dokter telah terbebas dari pertanggung jawaban secara hukum apabila melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan standar, meskipun dokter memenuhi kewajiban meminta Informed Consent, namun dokter masih mungkin dimintai pertanggung jawaban secara hukum apabila tindakannya terindikasi medikal malapraktik dalam pelayanan kesehatan.

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 585/MENKES/PER/IX/1989 tentang persetujuan tindakan medis berbunyi, "Semua tindakan medik yang akan dilakukan terhadap pasien harus mendapat persetujuan" pasal 2 ayat (1). Dipandang dari sudut pandang hukum secara yuridis, Informed Consent mempunyai peranan sebagai sarana dokter untuk menghindari jeratan sanksi pidana.

Sebab tanpa adanya persetujuan untuk melakukan tindakan medis dari pasien, maka tindakan medis yang dilakukan seperti pembedahan, dapat disetarakan dengan tindakan penganiyaan sebagai mana diatur dalam ketentuan Pasal 351 KUHP yang meliputi : Penyaniyaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau denda pidana paling banyak empat ribu lima ratus rupiah, jika perbuatan mengakibatkan luka berat maka yang bersalah diancam pidana penjara paling lambat lima tahun.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline