Sebagai manusia, tatkala kita memerlukan energi untuk tetap melaju dalam kehidupan. Sebagian dari kita dapat memenuhi kebutuhan energi kita dengan pasokan negara yang sedang kita duduki. Akan tetapi jika melihat dari kacamata negara, diperlukannya perdagangan internasional untuk memasok kebutuhan warga negaranya dari kekurangan energi yang dimiliki. Kebutuhan energi masa lalu, masa kini, dan masa depan didorong oleh tiga variabel kunci yaitu perkembangan penduduk, kemajuan ekonomi, dan kemajuan teknologi.
Energi biasanya mengacu pada sumber daya alam. Negara menjadi kaya akan jenis sumber daya alam dan sejauh mana ia secara langsung mempengaruhi perdagangan internasional negara tersebut dalam produk utama. Dispersi sumber daya energi dapat memiliki efek yang jelas pada pertukaran energi di seluruh dunia. Menurut Ritchie (2018), perhitungan penting lainnya dalam pertukaran energi adalah tingkat pemanfaatan energi domestik. Salah satu kondisi di mana suatu bangsa memliki sedikit energi untuk dipedagangkan yaitu bangsa yang kaya akan sumber daya tetapi juga memiliki tingkat pemanfaatan rumah tangga yang tinggi.
Perdagangan energi mencakup banyak sudut pandang dan masalah perdagangan transnasional, menghitung pertukaran produk, pertukaran jasa, masalah investasi, kekayaan intelektual, subsidi, dan sebagainya. Menurut Gosh (2014), ekspansi ini mencakup berbagai jenis produk energi, termasuk minyak, gas, batu bara, pembangkit listrik tenaga air, nuklir, dan energi terbarukan. Bagaimanapun, "garis" imperatif utama dalam perdagangan energi, baik secara historis maupun saat ini, adalah pertukaran bahan bakar fosil, minyak dan gas.
Mengingat arah PDB yang berkembang dan populasi dunia, permintaan energi diperkirakan akan meningkat hampir sepertiga pada tahun 2035. Campuran energi diperkirakan akan berubah, dengan stok batu bara dan minyak menurun sedangkan gas alam dan sumber terbarukan diperkirakan akan meningkat. Perhatian penting bagi perdagangan internasional adalah kemajuan jangka panjang harga energi (Auboin, 2013). Melihat kondisi ini, sebaiknya pengelolaan energi dilakukan secara masif beriringan dengan memerhatikan para penguasa pasar dalam perdagangan energi internasional.
Hal terdekat yang mungkin terjadi pada perdagangan internasional yaitu kemajuan cepat shale gas di Amerika Serikat yang akan menjadi "perubahan perdagangan laut" dalam aliran energi di seluruh dunia dan desain perdagangan internasional dalam minyak (Badan Energi Internasional, 2012). Amerika Serikat akan muncul kembali sebagai eksportir utama dan produsen energi bukan hanya importir dan konsumen. Amerika Serikat termasuk salah satu negara maju yang harus kita waspadai kemampuan perpolitikannya di perdagangan internasional.
Dalam konteks politik dunia, kebijakan suatu negara juga memiliki dampak besar pada perdagangan internasional di mana pemerintah menengahi dengan imbalan kombinasi alasan ekonomi, sosial, politik dan budaya. Masalah energi dapat mempengaruhi impor dan ekspor negara, karena beberapa pemerintah mungkin tidak membutuhkan data inovatif yang maju untuk kesepakatan ke antarmuka luar. Beberapa pemerintah memanfaatkan perdagangan dalam menyerang balik bahwa negara-negara lain secara politik atau finansial tidak dapat dibenarkan. Sebaliknya, pergerakan pemerintah dapat berdampak pada pertukaran untuk memberi kompensasi kepada negara-negara yang mendukung politik pada hal-hal di seluruh dunia.
Ada banyak perspektif politik tentang efek energi global pada perdagangan internasional. Beberapa di antaranya adalah proteksionisme, kontrol mata uang atau nilai tukar, dan tingkat diversifikasi bahan bakar yang kurang dari harapan. Menurut Abboushi (2010), Proteksionisme terjadi ketika satu negara memperkenalkan bentuk pembatasan, seperti tarif, kuota, atau peraturan, tentang impor barang dan jasa dari negara lain. Proteksionisme dapat menjadi seperangkat pengaturan perdagangan pemerintah yang bertujuan untuk membuat perbedaan produsen dalam negeri terhadap produsen asing dalam industri tertentu, dengan memperluas biaya barang-barang asing, menurunkan biaya untuk pembuat rumah tangga, dan membatasi akses produsen luar ke pasar lokal.
Biaya energi serta nilai tukar mata uang dapat mempengaruhi perdagangan internasional. Energi terutama minyak mempengaruhi nilai tukar mata uang karena harga sumber daya alam cenderung fluktuatif. Pemerintah di seluruh dunia sangat prihatin dengan dampak buruk apresiasi dan devaluasi mata uang pada berbagai hal seperti impor, ekspor, dan barang-barang lokal. Jika mata uang domestik meningkat karena penurunan nilai tukar, ekspor negara akan menghasilkan pertukaran luar negeri yang tinggi untuk negara tersebut. Begitupun sebaliknya, jika mata uang negara tersebut menurun karena kenaikan nilai tukar maka impor negara tersebut akan menurun karena naiknya biaya negara lain juga.
Pada akhirnya, energi adalah salah satu elemen paling penting bagi kehidupan tiap individu. Energi berguna sebagai suatu daya maupun kekuatan untuk bertahan dan beraktivitas secara terus-menerus. Akibatnya, pada dunia perdagangan internasional, energi merupakan sektor perdagangan yang aktif dalam pengembangan ekonomi suatu negara. Perdagangan internasional dapat dipengaruhi oleh energi karena banyak faktor, termasuk konsumsi energi, distribusi sumber daya alam, dan harga energi itu sendiri. Energi tidak sendirian, peran penting yang diraih energi dalam perekonomian juga berkaitan erat dengan aspek politik.
Ramainya politik global melihat energi menandakan adanya intervensi pemerintah dalam pengambilan kebijakan energi. Intervensi ini berupa penyelenggaraan proteksionisme atau hambatan perdagangan (tarif dan non-tarif) berupa kuota dan subsidi dan kontrol nilai tukar mata uang. Kondisi intervensi kebijakan tersebut dapat berdampak pada impor, ekspor, atau perdagangan internasional suatu negara.