Lihat ke Halaman Asli

Serial : Andaru Wijaya [56]

Diperbarui: 24 September 2017   17:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Keesokkan harinya saat matahari condong ke barat, kademangan tampak sibuk sekali. Terlihat dari hilir-mudik para pemuda mempersiapkan pengawalan menghadapi hari penebusanmalam nanti. Pedang-pedang dan tombak telah diasah, sebagian lagi tampak melatih kemampuan mereka dalam menggunakan senjata. Mantingan, Danuarta, Ki Jagabaya dan Ki Barunaserta Ludra, juga sibuk melihat kesiapan para pemuda pengawal inti kademangan. Di samping itu ada juga para pemuda yang tidak terlatih mendaftarkan diri ikut dalam barisan pengawal. Ki Jagabaya tidak dapat menolak,melainkan hanya menempatkan mereka di barisan paling belakang sebagai cadangan.

Ketika senja mulai memerah, tampak para orang tua melepas kepergian anak-anak mereka ke medan pertempuran dengan mata berkaca-kaca.

"Aku minta restumu ibu. Tugasku belum selesai di ladang, mudah-mudahan aku dapat kembali dengan selamat. Ladang-ladang itu belum lagi kutanami benih jagung, ibu," berkata seorangpemuda, sambil bersimpuh dihadapan ibunya.

Walaupun cemas dan khawatir, ibunya mencoba tabah. "Kau akan kembali dengan selamat ngger.., dan kau pula yang akan menyemai bibit jagung itu nanti."

Disudut lain, sepasang kekasih tampak berat melepas kepergian lelaki terkasihnya.

"Sekembalinya nanti..., aku akan langsung melamarmu! Jadi kau tidak perlu bersedih, aku akan menepati janjiku," berkata sesorang pemuda belia.

Sang gadis hanya tertunduk sambil terisak dan tak mampu berkata-kata.

Ki Demang yang melihat pemandangan itu pun turut bersedih. Tergetar hatinya, bagaimana pun juga ia adalah orang yang paling bertanggung jawab atas keselamatan Kembojan. Apalagidemi membebaskan anaknya, harus dibayar nyawa para pemuda padukuhan.

Ki Demang berjalan cepat menuju rumahnya, lalu masuk kedalam bilik kamarnya. Kemudian menarik tombak pendek dari sudut dinding kamarnya itu. Ditatapnya tombak usang itudengan dada bergejolak.

"Aku tidak bisa berpangku tangan melihat rakyatku menderita! Bila perlu aku mati demi kelangsungan Kembojan!" ujar Ki demang dengan nada geram.

Tetapi ternyata tanpa sepengetahuan Ki Demang, Danuarta mengikuti langkahnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline