Lihat ke Halaman Asli

TauRa

TERVERIFIKASI

Rabbani Motivator, Penulis Buku Motivasi The New You dan GITA (God Is The Answer), Pembicara Publik

Asmara Subuh, Penggalan Sejarah Masa Kecil di Subuh Ramadhan

Diperbarui: 2 April 2023   22:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Asmara subuh masa lalu sungguh berbeda dengan masa kini (JPNN.com)

Kalau ditanya apa yang paling diingat selama bulan Ramadhan? maka ada banyak jawaban yang bisa saya uraikan. Mulai dari subuhnya hingga malam harinya. Tapi jika ada satu hal yang cukup berkesan, maka hal itu rasanya adalah asmara subuh. Salah satu kebiasaan kami sekeluarga adalah shalat subuh di masjid setiap hari bulan ramadhan, termasuk di waktu subuh.

Yang menarik, selepas habis subuh, saya bersama kakak tidak langsung pulang ke rumah. Kami terbiasa berkumpul bersama teman-teman lain untuk sekadar berjalan-jalan menyusuri jalanan di waktu subuh yang teduh. Terkadang tidak ada yang kami lakukan. Seringkali hanya berjalan menyusuri jalan, melihat hamparan sawah, terkadang juga hanya duduk di pinggir jalan sambil melihat lalu lalang kendaraan yang lewat satu per satu.

Terkadang juga kami menghabiskan waktu subuh dengan melakukan permainan tradisional. Ada permainan dalam bentuk menyusun batu bata, lempar bola dan lain sebagainya. Ya, entah kenapa semua permainan itu serasa candu untuk kami lakukan setiap hari. Ya, setiap hari. Padahal di jam 7 pagi nya kami tetap harus berangkat ke sekolah. Tapi tetap tidak terasa lelah dan membosankan sedikitpun. Buktinya kami selalu menantikan subuh hari di hari berikutnya dan seterusnya.

Ketika suatu hari kakak saya bercerita kembali tentang asmara subuh yang kami lakukan itu, hampir semua kami tertawa lepas mengingat kembali momen-momen indah itu. Orangtua kami pun takluput menambahkan bagaimana sulitnya kami diminta istirahat kala itu. Bukannya istirahat menghemat tenaga, kami justru sibuk menghabiskan tenaga sedari subuh.

Meskipun namanya asmara subuh, yang mana nama itu juga kami dengar dari kakak-kakak kami di kampung itu, tapi saya tidak sekalipun melihat ada proses asmara yang terjadi antara sesama teman kami. Ya, tentu saja kami tidak perlu memusingkan persoalan nama, apalagi kami masih kecil kala itu. Selagi kami masih bisa bermain, maka itu sudah lebih dari cukup untuk kami semua. Intinya adalah permainan yang ada di asmara subuh itu dan kebersamaan yang kami bangun dengan anak-anak lain.

Adapun masa kini, rasanya suasana ini sudah sangat jarang terlihat. Di ramadhan ini misalnya, para anak-anak yang ada di lingkungan kami semuanya pulang ke rumah dan hampir tidak ada yang bermain-main sehabis subuh. Meskipun hari libur, suasana subuh juga terlihat sepi. Padahal pemandangan tidak jauh dari rumah saya terbilang indah. 

Sawah yang menghampar dan lekukan gunung yang terlihat dari kejauhan adalah sebagian kecil dari keindahan pemandangan yang bisa disaksikan takjauh dari rumah kami. Ya, tapi apa daya. Nampaknya anak-anak masa kini lebih betah di rumah dengan HP nya, plus "puasa ular" (puasa dengan memperbanyak tidur) di rumah. Minimal itu apa yang pernah diceritakan bapak-bapak ketika rapat RT.

Tapi yang terpenting adalah, asmara subuh sudah pernah ada dalam sejarah puasa ramadhan di kehidupan saya dengan segala macam kenangan dan keindahannya. Ya, meskipun sekarang bisa saja versi dan zamannya berbeda.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline