Apa yang Anda lakukan setelah shalat subuh di bulan Ramadan? Membaca Alquran? Hebat. Tidur? Itu pilihan Anda. Menonton ceramah Ramadan di TV? itu juga baik. Mungkin ada puluhan opsi lagi yang bisa atau pernah Anda lakukan setelah selesai sahur dan shalat subuh.
Tapi tahukah Anda kalau ada satu momen yang begitu dirindu yang rasanya sulit terulang lagi zaman sekarang ini? Ya, itu adalah agenda "asmara subuh", begitu saya diperkenalkan istilahnya oleh kakak-kakak yang lebih tua di lingkungan kami dulu.
Entah dari mana istilah itu berasal, tidak perlu dibahas. Tapi momen itu terasa sungguh menyenangkan bagi kami, khususnya yang memang masih anak-anak waktu itu. Apa itu "asmara subuh"? Bisa jadi definisi bakunya tidak ada. Jika menelisik makna katanya, maka lebih kurang arti secara harfiahnya adalah "cinta subuh".
Ketika kecil, kami juga tidak tahu apa itu maksudnya, yang penting kami ikut saja. Setelah semakin besar dan beranjak dewasa, baru lah saya sedikit memahami apa itu "Asmara subuh". Kira-kira maksudnya adalah, bagaimana kita menikmati dan mencintai waktu subuh hingga menjelang pagi dengan melakukan aktivitas yang menyenangkan dan bermanfaat.
Caranya ada banyak. Bisa dengan berolah raga ringan bersama teman sepermainan. Bisa dengan sekadar menunggu matahari terbit bersama keluarga dan berkumpul bersama. Bisa dengan lari-larian bersama teman hingga pagi menjelang atau bisa juga dengan melakukan permainan tradisional bersama anak-anak lainnya. Itu lah makna sederhana dari pemahaman kami menerjemahkan "asmara subuh" sebagai anak-anak puluhan tahun lalu.
Ketika beranjak remaja, ada lagi yang mengartikan "asmara subuh" dengan saling TP (tebar pesona) antara para jamaah putra dan putri selepas shalat subuh. Saya termasuk orang yang beberapa kali diikuti para pemudi bahkan hingga pulang ke rumah setelah shalat subuh. Ujung-ujungnya hanya ingin berkenalan saja dan selalu disambut hangat dan baik oleh Ibuku yang bahkan sampai geleng-geleng kepala.
Semakin dewasa, saya melihat terjadi pergeseran makna "asmara subuh" dengan semakin banyaknya muda-mudi yang saling berboncengan motor untuk sekadar jalan-jalan menghabiskan waktu pagi, berjalan bersama-sama, bersepeda bersama dan lain sebagainya, padahal mereka sedang berpuasa yang seharusnya bisa lebih menahan diri. Pergeseran ini tentu saja ada banyak faktor penyebab seperti pendidikan agama, budaya dan lain sebagainya.
Hari ini? Entahlah. HP seperti sudah mengambil sebagian "nyawa" anak-anak kita pada umumnya. Interaksi sosial mereka begitu menurun. Jangankan untuk melakukan "asmara subuh" versi anak-anak yang saya ulas dibagian awal, melakukan interaksi sosial di siang hingga malam hari pun sangat jarang mereka lakukan. Minimal itu yang terlihat di lingkungan saya saat ini. Dan anehnya, banyak dari kita yang menyalahkan teknologinya, bukan introspeksi individunya.
Lalu pertanyaan selanjutnya adalah, bagaimana dengan Anda? apakah Anda pernah merasakan momen "asmara subuh" di kampung atau tempat tinggal Anda dulu? ataukah Anda baru saja mendengar istilah ini sekarang?
Apapun itu, tapi faktanya seorang teman baru saja bercerita kalau momen "asmara subuh" yang dulu sering kami lakukan di setiap subuh bulan Ramadan, akan selalu dirindukan dan tidak mungkin akan terulang lagi.