"Jika ada yang melihat kebahagiaan hidup itu harus seperti kehidupan orang lain, maka bisa jadi dia telah kehilangan kebahagiannya" (TauRa)
Seorang anak SMA melihat betapa bahagia dan bersyukurnya mereka yang sudah kuliah karena terbebas dari aturan seragam. Ketika dia sudah kuliah, dia melihat kalau betapa nikmatnya orang yang sudah bekerja karena sudah punya penghasilan sendiri.
Ketika selesai kuliah dan diapun bekerja, dia melihat lagi betapa indah dan bahagianya orang yang sudah menikah. Lalu waktu mengizinkannya menikah, hingga diapun melihat betapa indah dan bahagianya kalau punya anak.
Ketika sudah punya anak, dia ingin lagi agar anaknya besar, sekolah, menikah bahkan ingin dan merasa bahagia kalau sudah punya cucu seperti yang dirasakan orang lain dan begitu selanjutnya.
Pertanyaannya, adakah yang salah dengan hal itu? mungkin sekilas tidak. Tetapi sesungguhnya ada yang hilang, yaitu momen untuk menikmati dan berbahagia dalam setiap fase kehidupan yang sudah dilewatinya.
Happiness Is Now
Coba Anda bayangkan, seorang anak yang akan merasa bahagia jika harus begini dan begitu, maka sesungguhnya dia sudah kehilangan momentum kebahagiannya saat ini juga. Daripada harus bahagia dengan syarat ini dan itu, mengapa tidak bahagia dengan situasi yang ada saat ini saja?
Lain lagi misalnya seorang karyawan yang merasa bahagia kalau menjadi pimpinan, bisa jadi dia sudah kehilangan kebahagiaan saat ini pada saat dia menjadi karyawan biasa. Jika ini terus diikuti, maka jangan kaget kalau banyak kehidupan orang yang pada akhirnya berakhir dengan penyesalan.
Bahagia tidak perlu syarat dan aturan. Dia sesungguhnya ada di dalam hati kita. Seorang ayah yang melihat anaknya tertidur saja bisa merasakan bahagia. Seorang suami yang dimasakkan makanan kesukaannya oleh istri juga bisa merasa bahagia.
Seorang karyawan yang menikmati momen meeting nya bersama rekan kerja pun bisa saja merasakan bahagia. Memberi makan orang yang sedang kelaparan juga bisa menimbulkan kebahagiaan.
Berbagi ilmu dan keterampilan kepada mereka yang belum bisa keterampilan itu juga bisa menimbulkan kebahagian. Termasuk Menyantuni anak yatim, orang-orang tua yang tidak mampu dan turunannya juga bisa menimbulkan kebahagiaan di hati kita. Karena sejatinya bahagia itu ada di diri kita, bukan di tempat lain. Dan bahagia itu adalah sekarang, dimana dan dalam situasi apapun kita berada.