Lihat ke Halaman Asli

TauRa

TERVERIFIKASI

Rabbani Motivator, Penulis Buku Motivasi The New You dan GITA (God Is The Answer), Pembicara Publik

"Kiban U Kiban Minyeuk, Kiban Ma Kiban Aneuk"

Diperbarui: 17 November 2020   06:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagaimana kita hari ini, itu adalah cerminan bagaimana orangtua kita kemarin (sumber:fimela.com)

Dalam sebuah perjalanan bersama Ibu, Ayah dan beberapa keluarga lainnya, kami singgah ke sebuah tempat untuk sekadar melepas kelelahan sejenak sambil beristirahat.

Tidak jauh dari tempat kami beristirahat, terlihat seorang anak sedang berdebat atau lebih tepatnya sedang marah-marah dengan ibunya. Entah apa penyebabnya, tetapi situasi itu cukup menyedot perhatian kami dan orang lain karena suara si anak terdengar cukup keras. Tidak lama kemudian situasi mereda dan kamipun berlalu, melanjutkan perjalanan dan melupakan kejadian itu.

Setelah beberapa jam kemudian, kami kembali berhenti singgah ke sebuah masjid karena waktu maghrib sudah tiba. Suara adzan terdengar begitu syahdu. Imam shalatnya pun melantunkan bacaannya dengan merdu hingga kamipun begitu senang dengan situasi saat itu.

Yang menarik, setelah selesai shalat, imam muda tadi, yang saya prediksi usianya sekitar 20 tahunan, mendatangi seorang ayah di shaf pertama sebelah ujung, lalu dia menyalami pria paruh baya itu dan mengecup keningnya. Suatu pemandangan langka menurut saya jika ada seorang anak laki-laki mengecup kening ayahnya dengan santun dan penuh akhlak.

Dari cara anak itu melakukannya, saya menduga kalau itu adalah aktivitas rutinnya ketika menyalami orangtua dan bukan sesuatu yang ingin ditampilkan di depan publik untuk pencitraan semata.

Tidak berhenti sampai di sana, beberapa saat setelah kami akan keluar dari masjid itu, dia mendatangi lagi seorang wanita paruh baya di shaf perempuan, lalu menyalami dan mencium wanita paruh baya itu persis seperti yang dilakukannya dengan pria di depan tadi. Bahkan, untuk ibunya itu, dia seperti melebihkan kecupannya di banding kecupannya ke pria di depan tadi yang saya yakin adalah ayahnya.

Saya, ibu saya dan beberapa keluarga yang menyaksikan itu dibuat kagum dengan pemandangan indah tadi. Saya menatap wajah ibu saya dan ibu sayapun tersenyum menatap saya. Sejurus kemudian ibu saya mengatakan sebuah ungkapan bijak kepada saya,

"Kiban U Kiban Minyeuk, Kiban Ma Kiban Aneuk"

Mungkin ini adalah pelajaran yang tidak mungkin saya lupakan dalam hidup. Justu akan saya wariskan untuk anak keturunan selanjutnya. Ibu saya lalu melanjutkan ulasannya sebelum menjelaskan detail maksud dari ungkapan di atas.

"Nak, tadi sore kita lihat ada anak yang membentak orangtuanya, lalu malam ini kita melihat sebaliknya, ada anak yang luar biasa santun dan hormat kepada orangtuanya. Kira-kira mengapa hal itu terjadi?" tanya ibu saya.

Kalau sudah orangtua yang bertanya, rasanya lidah saya kelu untuk menjawabnya. Apalagi yang berkaitan dengan hikmah dan pelajaran hidup. Bahkan, kalaupun saya punya analisis dan turunannya, itu pasti tidak akan cukup untuk menjawab dan menjelaskan hikmah dan pelajaran dari sudut pandang orangtua yang pasti lebih dalam karena dibumbui dengan pengalaman, kebijaksanaan dan lain sebagainya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline