Jika penyakit fisik relatif lebih mudah ditangani karena terlihat, maka penyakit yang menyerang jiwa lebih butuh tantangan dalam mengobatinya. Jika orang terkena sakit fisik, maka cukup mudah melihatnya. Umumnya selalu ada gejala dan keluhan yang bisa dilihat secara langsung.
Jika Anda pusing, maka akan terlihat Anda sedang mengerang kesakitan di sekitar kepala. Jika Anda sakit perut, maka Anda akan memegangi perut Anda dan terlihat kesakitan. Begitu juga dengan sakit gigi dan lain sebagainya.
Tetapi berbeda dengan penyakit jiwa. Penyakit ini seringkali tidak memiliki efek atau ciri-ciri langsung yang bisa dilihat, khususnya oleh orang yang sakit.
Bahkan, seringkali orang yang sakit pun tidak tahu kalau dia sedang sakit jiwanya. Lebih dahsyatnya lagi, begitu ada yang memberi tahu pun dia tidak percaya dengan sakitnya dan merasa baik-baik saja. Ini lah bahayanya "penyakit jiwa" ini.
Lalu apa saja penyakit jiwa yang akan kita bahas kali ini? saya menyingkatnya menjadi "AIDS". Ini adalah penyakit yang harus kita hindari. Apalagi bertepatan dengan hari kesehatan jiwa sedunia yang jatuh setiap 10 Oktober, maka kita perlu merenung sejenak, apakah kita terjangkit penyakit ini? atau kita sedang punya gejala terjangkit penyakit ini?
Mari kita lihat apa itu "AIDS".
A (Arogan)
"Baik itu bagus, tetapi merasa baik itu jelek" (TauRa)
Ini adalah penyakit pertama. Orang yang arogan, seringkali tidak sadar dia arogan. Dia seringkali menganggap orang lain tidak lebih baik darinya. Dia adalah yang terbaik. Dia menganggap orang lebih kecil darinya.
Orang arogan seringkali anti terhadap masukan. Baginya tidak perlu masukan orang lain karena dia sudah tahu apa yang harus dilakukan. Baginya nasihat adalah kehinaan. Masukan adalah merendahkan.
Orang seperti ini seringkali jauh dari nilai kebaikan. Bahkan, orang yang sombong dan arogan ini dijauhi oleh kawan, apalagi lawan. Bayangkan, kawan saja tidak mau berteman dengan orang ini, apalagi musuhnya.
Penyakit ini perlu kita curigai gejalanya pada diri kita. Kalau kita sudah mulai jengah mendengar nasihat, sudah mulai menganggap bicara orang lain tak ada gunanya, sudah mulai menganggap pendapat kita saja yang harus didengarkan, maka hati-hati, jangan-jangan kita sudah mulai terjangkit penyakit arogan ini.