Supermarket Bencana Alam
Pada opini yang sangat sederhana ini penulis awali dengan mengulang kembali kalimat yang begitu sangat familiar dikalangan akademisi " Indonesia adalah negara supermarket atau laboratorium bencana alam". Kurang lebih demikian kalimat yang begitu sangat eksis di setiap sosialisasi maupun forum diskusi. Ya, bagaimana tidak? Mari coba penulis sebutkan satu per satu bencana alam yang ada di negeri ini. Gempa? Sering. Banjir? Setiap tahun ada. Tsunami? Ada. Longsor? Ada. Gunung api? Banyak. Hujan-angin? Ada. Begitu banyak bencana alam yang terjadi di negeri ini.
Urgensi Pemahaman dan Literasi Kebencanaan
Impresi bencana alam di masa lampau minimal memberikan pembelajaran bagi masyarakat terlebih untuk masyarakat yang hidup di daerah rawan bencana. Jika ditinjau pada lembaran-lembaran catatan di masa lampau, peristiwa bencana alam merupakan suatu siklus yang terjadi berulang kali. Akan tetapi patut diakui kapabilitas ataupun kapasitas masyarakat dalam menelaah dan mencerna peristiwa bencana alam di masa lampau masih dirasa belum mumpuni. Hal ini dikarenakan rendahnya minat baca dan rasa ingin tahu peristiwa bencana. Hal ini yang membuat masyarakat agak sedikit kalang kabut dalam mengatasi dan menghadapi bencana alam.
Dalam definisi yang sangat sederhana, literasi kebencanaan boleh diartikan sebagai kapabilitas atau kecakapan masyarakat dalam kepekaan dan mengamati tanda-tanda kejadian alam dan fluktuasi alam sekitar sehingga hal ini dapat diterapkan dalam proses tanggap darurat mitigasi kebencanaan. Jika masyarakat cakap dan memiliki kapabilitas dalam literasi kebencanaan yang baik tentu masyarakat akan menjadi lebih siap dan siaga akan peristiwa bencana alam. Sehingga mereka dapat siap lebih dini saat sebelum saat dan sesudah terjadi bencana alam.
Hal yang menjadi suatu ciri khas di masyarakat adalah mereka terkadang bereaksi dan beraksi ketika kejadian bencana alam telah terjadi. Belum siap dan siaganya masyarakat ini lah yang terkadang menjadi salah satu faktor besarnya dampak yang terjadi karena bencana alam. Tentunya hal ini bukanlah kabar yang bagus untuk didengar. Apalagi jika ada sekelompok masyarakat kalangan tertentu yang memaknai bencana alam sebagai takdir yang sudah ditetapkan oleh Tuhan. Saya rasa opini yang demikian tidak salah, namun hal ini akan cenderung terkesan pasrah dan menghilangkan perilaku berikhtiar perihal menyelamatkan nyawa saat terjadi bencana alam. Pemikiran-pemikiran seperti ini memang patut diakui dan diterima sudah memasyarakat.
Semestinya masyarakat perlu membentuk atau menciptakan gerakan-gerakan sederhana seperti melek bencana agar meningkatkan kapasitas literasi kebencanaan sehingga sedikit demi sedikit masyarakat sadar betapa pentingnya literasi bencana itu sendiri. Apabila hal ini terus ditingkatkan dan terus berkembang pesat, maka tata kelola dalam upaya penanganan risiko bencana akan menjadi lebih baik. Selain itu masyarakat akan secara perlahan mulai beradaptasi dan mulai tersistematis dalam menghadapi bencana alam baik sebelum saat atau sesudah bencana alam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H