Lihat ke Halaman Asli

Bumi Kita Hari Ini dan Cerita Perempuan Pejuang Ekologi di NTT

Diperbarui: 3 Mei 2023   08:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto : Ilustrasi Bumi yang sedang terbakar karena perubahan iklim (dok: WALHI NTT)

Perempuan selalu dikaitkan dengan alam, oleh karena itu pandangan ini berpendapat bahwa terdapat hubungan antara konseptual, simbolik, dan linguistik feminis terhadap isu ekologi.

Karen J. Warren dalam Feminist Thought mengatakan bahwa keyakinan, nilai, sikap, dan asumsi dasar dunia barat atas dirinya sendiri dan orang-orangnya dibentuk oleh bingkai pikir konseptual patriarkal yang opresif, yang bertujuan untuk menjelaskan, membenarkan, dan menjaga hubungan antara dominasi dan subordinasi secara umum, serta dominasi laki-laki terhadap perempuan secara khusus.

Bahwa akar penindasan terhadap alam dan perempuan bersumber pada budaya patriarki. Struktur patriarki menghancurkan lingkungan karena tidak memberikan peran secara manusiawi terhadap perempuan dan tidak memikirkan kelestarian lingkungan (Darmawati, 2002). Ekofeminisme berhasil mendekonstruksikan pola pikir patriarki yang menindas perempuan dan alam.

Bagaimana perempuan di NTT berperan dalam penyelamatan lingkungan ?

Foto : Pembagian anakan pohon kepada masyarakat di carfreeday

Nusa Tenggara Timur memiliki sejarah yang cukup panjang di berbagai bidang seperti budaya, ekonomi, politik dan pembangunan yang dari masa-ke masa telah membawa NTT menuju pembangunan yang modern. 

Catatan sejarah merangkum beberapa peristiwa penting dalam budaya dan politik tata kelola sumber daya alam. Seperti cendana yang dikenal oleh orang Timor dengan istilah "Hau Meni" dan bagi orang di pulau Sumba dikenal dengan sebuatan "Ai nitu" merupakan sebuah filosofi hidup bagi manusia dan alamnya yang dibangun berdasarkan pendekatan nilai-nilai lokal.

Hingga kini praktik politik dan tata kelola sumber daya alam terus berlangsung seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi modern yang terus memberikan pandangan bahwa sumber daya alam merupakan alat untuk mencapai tujuan pembangunan. Maka tidak heran pengelolaan sumber daya alam saat ini tidak lagi bertumpu pada nilai-nilai kearifan lokal masyarakat.

Jika di tarik dari sejarah dan gambaran konflik tata kelola sumber daya alam di NTT, kita akan menemukan fakta bahwa ada terjadi kemunduran atau bisa disebut degradasi moral dimana terjadi kemerosotan atas budi pekerti seseorang maupun sekelompok orang yang tidak memandang alam sebagai hal yang esensial.

Aksi kampanye hari bumi 2023/dokpri

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline