Lihat ke Halaman Asli

Perubahan Iklim dan Ketersediaan Air

Diperbarui: 21 Maret 2023   11:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pertumbuhan jumlah penduduk dan peningkatan perekonomian nasional berpengaruh pada peningkatan kebutuhan air dan akibat aktivitas manusia jumlah ketersediaan air justru dari hari ke hari cenderung semakin menurun. Namun, disisi lain pengelolaan sumber daya air juga harus diarahkan untuk mewujudkan sinergi antar sektor dan antar generasi.


Perubahan iklim merupakan isu yang selalu hangat, hampir tidak pernah luput dari perhatian publik secara global untuk disikapi, dihadapi dan dicarikan solusi terbaik. Berubahnya kondisi fisik atmosfer bumi dengan indikasi suhu dan distribusi curah hujan telah membawa dampak luas di berbagai sektor kehidupan manusia.

International Panel Climate Change (IPCC, 2001), Indonesia sebagai negara kepulauan yang berada pada daerah tropis merupakan salah satu negara yang paling rentan terhadap perubahan iklim.

Perubahan iklim merupakan dampak lanjutan dari pemanasan global yang berjalan terus menerus yang dirasakan dalam waktu yang cukup lama yaitu kurun waktu 30 tahun atau lebih.


Air merupakan unsur penting pendukung kehiduppan di semesta. Air mendukung kehidupan alam, sosial, dan ekonomi. Manusia membutuhkan air untuk mengairi lahan pertanian, untuk mendukung operasional industri, untuk menghasilkan energi dan lainnya.

Perubahan iklim sangat memengaruhi ekosistem bumi, kehidupan, serta kesejahteraan masyarakat. Perubahan iklim menimbulkan efek yang sangat besar bagi pembangunan dan keamanan manusia (UN Water, 2010). Perubahan iklim menyebabkan perubahan siklus air, kenaikan suhu bumi, kenaikan muka air, dan terjadinya iklim ekstrim.


Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan salah satu provinsi yang kerap dilanda kekeringan dan krisis air. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) merilis bahwa di tahun 2023 Indonesia akan mengalami kemarau panjang dan berdampak pada krisis air.


World Meteorological Organization (WMO) pada tahun 2022 yang lalu melaporkan bahwa kekeringan dan kelangkaan air telah melanda Eropa, Amerika Utara Barat, Amerika Selatan Barat, Mediterania, Sahel, Amerika Selatan, Afrika Utara, Timur Tengah, Asia Tengah, Asia Timur, Asia Selatan, Australia Tenggara dan berbagai wilayah lain di Bumi. Namun, pada saat yang sama, banjir juga terjadi Easton Sahil, Pakistan, Indonesia, hingga Australia Timur.


Fenomena perubahan iklim global saat ini mengancam ketersediaan air bersih bagi umat manusia oleh karena itu, pemerintah perlu mempersiapkan langkah strategis untuk mencegah krisis air bersih khususnya di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang mendapatkan dampak secara langsung dari perubahan iklim.  


Bappenas melaporkan bahwa wilayah Indonesia akan mengalami krisis air bersih pada 2045 dikarenakan perubahan iklim yang tidak terkendali serta tingginya kebutuhan air yang tidak diimbangi dengan upaya penyediaan suplai air secara berkelanjutan, hal tersebut berdasarkan data BPS dimana ketersediaan air per kapita per tahun di Indonesia pada 2035 hanya menyisakan 181 ribu meter kubik.


Hasil riset dan laporan ini menandakan bahwa dampak perubahan iklim sudah memasuki fase kritis. Persoalan tata kelola sumber daya air di Indonesia perlu diperhatikan secara serius oleh semua stakeholder khususnya Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) agar memastikan akses sumber daya air bagi masyarakat berjalan baik.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline