Lihat ke Halaman Asli

Kebijakan Pembangunan di NTT Masih Abai terhadap Daya Dukung Lingkungan

Diperbarui: 26 Desember 2022   07:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Di akhir tahun 2022 kita diperhadapkan pada persoalan krisis lingkungan yang berujung pada bencana alam seperti banjir, tanah longsor, angin puting beliung dan gelombang hidrometeorologi yang terus mengancam keselamatan manusia.

Melansir victorynews.id Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) NTT menyebut, sebanyak 52 rumah di kecamatan Takari, Kabupaten Kupang terendam banjir. Ada 52 kepala keluarga dan 186 jiwa yang dievakuasi sementara akibat banjir,".

Banjir yang merendam puluhan rumah warga itu akibat Sungai Takari meluap ke permukiman rumah warga.

Konsep dan ruang lingkup daya dukung lingkungan, menurut UU 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, daya dukung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lain; sedangkan pelestarian daya dukung lingkungan hidup adalah rangkaian upaya untuk melindungi kemampuan lingkungan hidup terhadap tekanan perubahan dan atau dampak negatif yang ditimbulkan oleh suatu kegiatan, agar tetap mampu mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lain.

Peran daya dukung lingkungan pada setiap wilayah yang akan melakukan pembangunan adalah untuk mengetahui batasan maksimal wilayah tersebut terkait dengan kehidupan ekosistem, sehingga diharapkan pembangunan wilayah tersebut dapat membatasi diri dan memperhatikan keseimbangan ekosistem terus terjaga.

Kecenderungan kebijakan pembangunan yang kurang memperhatikan daya dukung lingkungan di NTT terbukti memicu peningkatan intensitas bencana di beberapa wilayah yang rawan bencana alam. Hal ini tentu saja perlu diperhatikan serius oleh pemerintah dalam menata kembali ruang pembangunan yang ramah lingkungan.

Sejauh ini orientasi kebijakan pembangunan masih pada sektor pemenuhan ekonomi dengan memanfaatkan sumber daya alam (SDA) sementara  pengelolaan sumber daya alam berbasis ekosistem masih sangat rendah. Hal ini bisa dilihat ketika wilayah-wilayah hulu dan daerah aliran sungai sudah tidak dapat berfungsi dengan baik akibat masifnya pembangunan dan alih fungsi ruang. 

Melihat situasi bencana alam di NTT yang semakin tinggi maka pemerintah perlu merubah arah kebijakan pembangunan dengan memakai standar daya dukung lingkungan ini sudah cukup jelas tertuang dalam UU No. 32/2009 tentang pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup.

Bencana banjir bandang yang terjadi di desa Partiti kabupaten Kupang merupakan akumulasi dari krisis lingkungan. Kita tidak bisa melihat bencana banjir hanya pada titik lokasi bencana saja akan tetapi pemerintah perlu melakukan kajian komperhensif kondisi wilayah hulu dan hilir.

Penambangan pasir dan batu di wilayah daerah aliran sungai (DAS) yang terjadi di sungai Takari menjadi salah satu faktor kerusakan ekosistem DAS. Oleh karena itu, pemerintah harus serius membenahi persoalan DAS yang saat ini mengalami kerusakan akibat eksploitasi tanpa memperhatikan keseimbangannya.

Melihat potret bencana alam yang terjadi di kabupaten Kupang hari ini, pemerintah perlu mengambil langkah serius untuk melakukan pemulihan lingkungan di wilayah hulu. Selain itu, kebijakan pembangunan dan penambangan pasir dan batu di wilayah DAS perlu di evaluasi kembali oleh pemerintah NTT.

Deddy Febrianto Holo

Divisi Perubahan Iklim dan Kebencanaan WALHI NTT.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline