Langkah Airlangga Hartarto dalam menggapai posisi sebagai sosok yang akan dipilih oleh Joko Widodo jadi Cawapres mendampingi sang petahana, menjadi pendamping dalam mengarungi kontestasi Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 semakin menemukan momentumnya.
Momentum ini kian menguat ketika para ulama penganut paham Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja) menyatakan mendukung Airlangga Hartarto sebagai Calon Wakil Presiden (Cawapres) dalam Pemilu 2019. Pemilu ini untuk pertamakalinya menyelenggarakan secara serentak Pemilihan Legislatif (Pileg) dan Pemilihan Presiden (Pilpres) pada tahun 2019. Para ulama Aswaja yang tergabung dalam organisasi Ikhwanul Muballighin (IM) ini bertekad turut menyukseskan Airlangga Hartarto untuk menjadi Wakil Presiden mendampingi Joko Widodo mengarungi termin kedua nanti, 2019-2024.
Langkah Ikhwanul Muballighin dalam politik
Ikhwanul Muballighin (IM) menghimpun para ulama penganut paham Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja) dalam satu wadah besar. Kepengurusan organisasi ini tersebar di 30 provinsi dan 360 kota/kabupaten di seluruh wilayah Indonesia. Saat ini, jajaran pengurus pusat terdiri dari Ketua Umum DPP Ikhwanul Muballighin KH Mujib Khudlori, Dewan Pembina Ikhwanul Muballighin KH Nur Muhammad Iskandar, dan Ketua Dewan Pakar Ikhwanul Muballighin Rokhim Dahuri.
Langkah Ikhwanul Muballighin (IM) dalam politik sebelumnya, tercatat memberikan dukungan kepada Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam Pemilu 2004 dan 2009. Organisasi ini pada awalnya merupakan 'organisasi sayap' dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Namun, dalam perjalanannya, kemudian IM memisahkan diri dari 'induk'nya dengan alasan ingin memperluas jangkauan dakwah, tanpa batas-batas kepartaian.
Selain dengan Partai Demokrat, Ikhwanul Muballighin juga tampak dekat dengan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI Perjuangan). Bahkan, tidak segan-segan Ketua Umum Ikhwanul Muballighin KH Mudjib Khudori memberikan pujian dengan menyatakan bahwa PDI Perjuangan merupakan partai nasionalis yang sangat dekat dengan Islam.
"Lebih baik menjadi partai nasionalis yang di dalamnya bisa menjalankan ajaran agama, ajaran Islam. Dari pada partai Islam yang justru berkontraksi dengan ajaran Islam. Jadi bebas dari tuntutan. PDI Perjuangan di dalamnya ada masjid, ada Baitul Muslimin, ada Ikhwanul Muballighin sekarang ini," demikian jelas KH Mudjib Khudori.
Terakhir, adalah mendeklarasikan Gerakan Nasional Mubalig Bela Negara (GN-MBN) oleh 1000 lebih pendakwah pada Senin (14/5/2018) di Jakarta. "Melalui Gerakan Muballigh Bela Negara, para muballgih akan menyuarakan kepada masyarakat untuk bersama dan bekerja sama di jalan kebaikan, menjadikan masyarakat tetap tenang, damai, dan kondusif," demikian KH Mujib Khudlori memberikan penjelasannya tentang GN-MBN.
Inisiatif gerakan ini muncul mengingat negara ini menghadapi penyelenggaraan Pilkada serentak tahun 2018 dan Pemilu 2019. Kedua pesta demokrasi tersebut dikhawatirkan akan membuat temperatur politik nasional semakin memanas dan berimbas ke masyarakat. Gerakan ini dimaksudkan untuk menjaga kondisi masyarakat untuk tetap tenang dan kondusif.
Melalui GN-MBN ini, Ikhwanul Muballighin ingin menegaskan bahwa para muballig siap berada di garis terdepan untuk membela negara dan agama. Bagi mereka, persatuan dan kesatuan negara dalam bingkai NKRI adalah harga mati. Menurut Ketua Umum DPP Ikhwanul Muballighin, KH. Mujib Khudlori, Ikhwanul Muballighin selalu menekankan bahwa dakwah harus mengedepankan cara-cara damai, persuasif serta selalu menjaga kesantunan dalam rangka menjaga keutuhan NKRI.
"Jadi Islam yang ramah bukan marah, Islam yang merangkul bukan memukul, dengan argumen bukan sentimen, dengan dakwah yang elegan bukan arogan yang dapat memecah belah anak bangsa," demikian tegas sang Ketua Umum Ikhwanul Muballighin.