Membatik selalu menjadi cerita tersendiri buat saya. Meskipun tidak sering, tapi saya memiliki beberapa pengalaman yang menyenangkan dengan kegiatan membatik ini. Saya ingat pertama kali membatik itu sewaktu di Kudus saat berkunjung ke salah satu GOR terbesar milik salah satu perusahaan rokok besar di Indonesia.
Terus bagaimana hasilnya? Kegiatan membatik pertama saya ternyata gagal total. Boro-boro membayangkan membuat motif batik di kain, menggunakan canting untuk melukis kain batik dengan benar saja saya tidak bisa. Nah Sabtu (25/3) kemarin kesempatan membatik itu datang lagi. Kali ini saya mengikuti kegiatan workshop batik yang diadakan Ketapels bersama Danamon dan Kompasiana. Kegiatan yang diadakan di lokasi workshop batik khas Tangerang Selatan memang mengajak Kompasiana yang hadir untuk praktek langsung membuat batik.
Adalah Ibu Nelty Fariza Kusmilianti, seorang pengusaha batik khas Tangsel yang selama ini sangat concern dengan pakaian khas masyarakat Indonesia ini. Ibu Nelty lah yang membuat batik khas Tangsel ini pelan-pelan mulai dikenal dan menjadi kebanggan kota dibawah kepemimpinan Walikota Airin Rachmy Diany ini. Berbagai motif batik khas Tangsel pun berhasil dibuat seperti salah satunya motif Situ Gintung yang menunjukan kekhasan dari setiap daerah yang berada di wilayah Tangsel.
Berbagai usaha dilakukan Ibu Nelty untuk memperkenalkan batik khas Tangsel ini agar dikenal masyarakat. Salah satunya dengan mengikuti kegiatan pameran-pameran yang diadakan di berbagai daerah di Indonesia. Tidak hanya itu, Ibu Nelty bahkan memperkenalkan Batik ini hingga ke luar negeri salah satunya ke Jepang dan Jerman.
Di workshop miliknya ini, Ibu Nelty juga memajang beberapa hasil karyanya dalam bentuk pakaian jadi maupun kain batik. Saya sempat berkeliling area workshop untuk melihat koleksi-koleksinya yang beberapa hasil karyanya sudah pernah dipakai pejabat negara salah satunya mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Setelah memberikan penjelasan mengenai semua hal tentang batik khas Tangsel, seluruh peserta workshop pun diajak untuk membuat batik. Satu persatu kita diberikan kain sebagai wadah untuk membatik. Selanjutnya kita juga disediakan alat-alat untuk membuat batik seperti canting dan cat untuk membatik di atas kain yang diberikan ibu Nelty.
Saya karena engga bisa gambar jadi agak bingung mau membuat gambar apa di atas kain batik punya saya. Karena tidak punya ide, akhirnya saya membuat motif ubur-ubur seadanya di kain batik saya. Sebenernya yang membuat saya senang adalah karena saya berhasil menggunakan cantik untuk membuat gambar.di atas kain batik. Pengalaman membatik saya yang sudah-sudah sih, canting saya kering dan cat seperti tidak bisa digunakan untuk membatik.
Abis membatik selesai, saya kemudian memberi warna pada kain batik saya sebelum kain batik saya dicelupkan dan berubah warna menjadi hijau. Dalam mencelupkan batik ini, saya juga belajar mengenai teknik pewarnaan batik. Saat mencelupkan batik, siapkan dua larutan pewarna yang akan merubah warna kain batik sesuai keinginan kita. Nah setelah selesai kita celupkan, kain batik baru dijemur sebagai bagian terakhir dari proses membatik ini.
Setelah kering, barulah kain batik saya bisa dibawa pulang. Akhirnya untuk pertama kali saya berhasil membuat batik. Meskipun hasilnya jauh dari memuaskan tapi paling tidak kain batik ini menjadi bukti kalau saya pernah membatik dan belajar membuat batik bersama Ketapels dan Bank Danamon.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H