Lihat ke Halaman Asli

Polisi Tukang Palak & Tugas Kapolda Baru DIY

Diperbarui: 17 Juni 2015   08:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1427704776265103687

Dua minggu lalu, Selasa 17 Maret, Kepolisian Daerah (Polda) DIY mendapat komandan baru. Kebetulan hari itu saya juga berniat menyambangi Polda DIY untuk melaporkan perilaku sejumlah anggotanya. Semoga ini bisa dianggap kado yang baik buat kapolda baru, setidaknya bisa bantu beliau tak perlu waktu lama untuk nemu masalah di tanggungjawab anyarnya.

[caption id="attachment_375680" align="aligncenter" width="300" caption="Contoh "][/caption]

Ini adalah kedua kalinya saya membuat laporan perilaku buruk anggota Polda DIY. Kebetulan 2 terlapor ini berasal dari polisi lalu lintas (polantas).

Laporan yang pertama saya lakukan awal bulan September 2014. Saat itu saya kembali bertemu dengan sepasukan polisi yang bikin kegiatan operasi lalu lintas di samping makam keluarga UGM, Sawitsari, Jalan Lingkar Utara. Saya tahu pemimpin pasukan ini, punya jabatan yang namanya kanit (kepala unit) lantas di Polres Sleman. Beberapa bulan sebelumnya pernah saya mergoki dia saat melakukan kegiatan serupa.

Bapak Kanit dan 20-an anak buahnya ini tak hanya menyediakan surat tilang resmi yang sewajarnya dia kenakan ke pelanggar lalu lintas. Mereka juga membekali diri dengan surat tilang bikinan sendiri.

Ini adalah modus klasik polantas cari penghasilan sampingan. Pertama kali saya lihat formulir tilang terbitan indie label ini di tahun 2004. Waktu itu saya naik motor dengan SIM C yang sudah kadaluarsa. Saya dikasih 3 pilihan cara bayar denda. Saya pilih yang ketiga; titip uang denda ke Pak Polisi. Ini tentu sangat praktis buat pelanggar, daripada datang ke pengadilan untuk sidang maupun ke loket Bank BRI. Sayangnya pilihan ketiga ini tak ada dalam aturan resmi manapun.

Yang saya sebut sebagai surat tilang tak resmi ini sebenarnya tidak dibikin mirip surat tilang yang resmi. Bentuk dan detilnya bergantung dengan kreativitas masing-masing pembuat. Dengan surat ini, petugas polisi memanfaatkan ketidaktahuan masyarakat tentang prosedur tilang pun yang malas repot urusan ke sidang atau ke bank yang bisanya hanya BRI ini.

Di Yogya sering sekali saya nemu kegiatan operasi lalu lintas. Seringnya menyasar ke pengguna motor. Setiap pengguna motor digiring dan yang tak membawa kelengkapan yang cukup dikasih 3 pilihan cara bayar.

Operasi lalu lintas ini akan lebih sering terlihat di hari Sabtu. Bahkan di Jalan Parangtritis kegiatan ini bisa dilakukan di 3 atau 4 titik. Ini adalah jalan utama penghubung Kota Yogya menuju Pantai Parangtritis dan sering dilalui para pekerja komuter yang dahulu terkenal dengan sepeda onthelnya. Tiap pagi dan sore ratusan pesepeda beriringan melewati ruas jalan ini, berangkat kerja ke kota Yogya dan pulang rumah ke Bantul. Tapi itu dulu. Sekarang mereka lebih milih berkendara sepeda motor. Entah kenapa banyak yang tak melengkapi diri dengan berkas berkendara yang komplit. Bisa jadi urusan bikin selembar SIM selalu kalah prioritas dengan urusan lain.

Hari Sabtu adalah hari yang paling dinanti para pekerja ini. Ini adalah hari gajian. Hari yang ketika sesampai rumah mereka bisa lebih percaya diri bertemu dengan anak-istrinya. Hari dimana janji-janji bisa tercicil terpenuhi.

Sayangnya di ruas jalan pulang, sering ada buaya yang siap merampok lembaran hasil kerja keras mereka selama seminggu. Buaya yang setiap bulan digaji negara dengan harapan bisa pelindung dan pelayan bagi semua warga. Sayang mereka sama sekali tak pernah melindungi, pun melayani.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline