Mendengar kalimat Supervisi Akademik hal yang terlintas dalam benak kita pastinya adalah Penilaian kinerja terhadap guru. Hal ini selalu dikaitkan dengan kelengkapan administrasi di sekolah yang dilakukan dalam kurun waktu tertentu dan dalam jangka waktu yang pendek. Lalu bagaimana seharusnya Supervisi Akademik dapat dilakukan sebagai suatu kegiatan yang berkelanjutan?
Sebelumnya setiap menghadapi supervisi akademik perasaan yang selalu datang adalah perasaan cemas, kawatir dan tentu saja tegang. Mengapa demikian? Karena selama ini bagi saya supervisi akademik merupakan suatu proses observasi penilaian, sehingga saya dituntut untuk memberikan sesuatu hal yang maksimal dalam pelaksanaannya.
Supervisi akademik merupakan serangkaian kegiatan yang bertujuan dalam membantu guru untuk mengembangkan atau meningkatkan kemampuannya sebagai pemimpin pembelajaran dalam mencapai suatu tujuan pembelajaran yang berpihak kepada siswa. Adapun tujuan dari pelaksanaan Supervisi Akademik adalah pemberdayaan dan pengembangan kompetensi diri dalam rangka peningkatan performa mengajar dan mencapai tujuan pembelajaran (Glickman, 2007, Daresh, 2001).
Supervisi akademik merupakan usaha membantu guru dalam memperbaiki penampilan mengajar mereka. serta untuk memfasilitasi guru-guru agar dapat mengajar dengan efektif. Supervisi dalam konteks pendidikan adalah pembinaan terhadap guru agar mereka mampu menjalankan tugasnya sebagai pendidik, pengajar dan pelatih. Dengan adanya supervisi akademik diharapkan guru dapat memperoleh bimbingan dan pembinaan yang berkaitan dengan tugasnya dalam mengajar, melatih dan mendidik para siswanya, sehingga nantinya dapat merubah model pembelajaran menjadi aktif, kreatif, efektif dan tentunya menyenangkan.
Namun supervisi akademik bukan hanya berfokus pada peningkatan keterampilan dan pengetahuan guru semata, akan tetapi adanya perkembangan kualitas guru, peningkatan motivasi dan juga komitmen diri. Melalui supervisi akademik seorang supervisor dapat melihat adanya kekuatan-kekuatan atau potensi yang dimiliki oleh seorang guru untuk mengembangkan kegiatan pembelajaran yang akan datang.
Untuk menggali kekuatan atau potensi yang dimiliki oleh guru, seorang supervisor dapat menggunakan strategi melalui percakapan coaching dalam keseluruhan rangkaian supervisi akademik. Beberapa prinsip-prinsip supervisi akademik dengan paradigma berpikir coaching meliputi:
- Kemitraan: proses kolaboratif antara supervisor dan guru
- Konstruktif: bertujuan mengembangkan kompetensi individu
- Terencana
- Reflektif
- Objektif: data/informasi diambil berdasarkan sasaran yang sudah disepakati
- Berkesinambungan
- Komprehensif: mencakup tujuan dari proses supervisi akademik
Dalam penerapan komunikasi coaching pada supervisi akademik, kita perlu mengetahui dan memiliki paradigma berpikir coaching terlebih dahulu. Paradigma tersebut adalah (1) Fokus pada coachee/rekan yang akan dikembangkan. Pusat perhatian harus pada coachee yang akan dikembangkan bukan pada situasi atau masalah yang ada; (2) Bersikap terbuka dan ingin tahu. Agar kita dapat bersikap terbuka, kita perlu selalu berpikir netral terhadap apa pun yang dikatakan atau dilakukan rekan kita. Jika ada penghakiman atau asumsi yang muncul di pikiran kita atas jawaban rekan kita, maka kita mengubah pikiran tersebut dalam bentuk pertanyaan untuk mengonfirmasi penghakiman atau asumsi itu secara hati-hati; (3) Memiliki kesadaran diri yang kuat. (4) Mampu melihat peluang baru dan masa depan. Seorang coach harus bisa mendorong seseorang untuk fokus terhadap masa depan dengan melihat peluang atau potensi yang ada.
Salah satuan alur yang dapat dipergunakan dalam proses coaching adalah Alur percakapan TIRTA. TIRTA dikembangkan dari satu model umum coaching yang dikenal sangat luas dan telah banyak diaplikasikan, yaitu GROW (Goal, Reality, Options dan Will) model. Dalam alur percakapan tirta proses coaching diharapkan dapat menggali potensi yang dimiliki coachee melalui suatu percakapan ringan yang mengalir bagai mata air. Coach dapat memulai langkah awal dengan menanyakan terlebih dahulu T (Tujuan) apa yang hendak dicapai dalam tahapan supervisi akademik. Dalam tahapan selanjutnya coach melakukan I (identifikasi) mendalam terhadap potensi apa yang dapat dikembangkan dari coachee, dukungan yang diperlukan oleh coachee. Hal ini dilakukan melalui pemberian pertanyaan yang berbobot (pertanaan terbuka). Tahap ketiga adalah coach menanyakan R (rencana) aksi yang dapat dilakukan oleh coachee dan yang terakhir adalah TA (Tanggung jawab), berapa lama target yang dibutuhkan oleh coachee dalam mengembangkan rencana aksinya dan kapan waktu refleksi akan dilakukan.
Dengan menggunakan Tahapan TIRTA, diharapkan proses supervisi akademik bukan lagi hanya sebagai proses penilaian saja, akan tetapi juga sebagai suatu proses kegiatan berkelanjutan yang digunakan untuk mengembangkan potensi dan kelebihan yang dimiliki untuk dapat mencapai Tujuan Pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.
Selama ini dalam proses supervisi akademik hal-hal yang telah saya lakukan dengan baik adalah melakukan perencanaan yang matang dan melakukan proses pembelajaran sesuai dengan RPP yang telah saya susun dan kembangkan sendiri. Terkadang belajar melakukan tukar pikiran dengan sesama rekan guru produktif Teknologi Laboratorium Medik juga saya lakukan, agar menambah wawasan yang saya miliki. Namun disisi lain masih banyak hal yang perlu saya perbaiki salah satunya adalah bagaimana menyusun penilaian kepada murid.
Dalam menerapkan tahapan coaching tentunya seorang coach harus menerapkan nilai-nilai yang dimiliki oleh guru yaitu mandiri, reflektif, kolaboratif, inovatif dan berpihak kepada murid dan memaksimalkan perannya sebagai pemimpin pembelajaran yang dapat menjadi coach bagi orang lain, mendorong kolaborasi, mewujudkan kepemimpinan murid dan dapat menggerakkan komunitas praktisi.