Dunia ini realitas semu. Pada sekali waktu semua tersibak, terbelalak di hadapan realitas yang sebelumnya tak tampak. Semua telah jadi dinding yang hitam. Kecuali sebekal cahaya dan seserpih amalan.
Sampai ke ujung titian dalam huru hara yang memilukan kecuali yang Dia inginkan.
Dalam realitas semu ini kita membangun ruang ruang maya yang baru. Kita menyusun sinapsis virtual yang baru. Menyangka hujan akan tetap tumbuh dalam kemarau. Atau kita mengira seekor anak unta akan bisa masuk ke lubang jarum.
Kota kota membawa lampu lampu dan harapan harapan dalam etalase. Suara suara iklan dan keputusan keputusan politik. Semua sepi dalam bayangan yang berlari. Perlombaan dan kongsi kongsi. Juga gengsi dan citra gaya hidup.
Kita telah membuat mesin mesin perangkat lunak yang menjadikan kewaspadaan kita semakin rendah. Muatan muatan saraf kita tersambung dalam tautan maya di server kapitalisme baru.
Semua terkondisikan dalam satu transaksi. Satu mantta industri. Lalu mata dan tubuh kita menjadi layar yang menyerap semuanya.
Menyerap dan menyergap semua bayang dengan gairah konsumerisme tingkat tinggi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H