Pintu terbuka lebar. Tiba tiba di satu siang. Setelah gedung hijau hampir terbakar. Kota telah dikepung serapah. Masing kepala menyimpan suara.
Suara suara yang telah dikepul. Dipesan. Disimpan. Diendapkan. Diproyeksi dan dikapitasi. Menjadi pembenaran politik yang dangkal. Suara suara menjadi komoditas, selayaknya kapas.
Alur logika telah terjungkal. Kotak suara mungkin hanya menyimpa angka, bukan kebenaran, namun telah jadi pilihan kita, untuk membuka suara suara di kepala dengan baik dan benar. Dari suara suara logis dan ritmis tanpa jebakan populis.
Terkadang ada tawaran yang menggelitik untuk membeli waktu 5 menit hari ini demi kepentingan lima tahun ke depan. Itu berlaku dengan sadar dan tanpa beban.
Siapapun mungkin telah melipat suaranya menjadi serpihan yang tak bertuan di ruang parlemen. Kecuali sederet angka dan keperntingan sementara. politik abrakadabra.. Yang lantang berteriak bisa tetiba menjadi diam atau ia dicampakkan dari kumpulanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H