Aku telah memulainya dari daun sejarah yang muda dan anggun. Dalam bening matahari sebelum kemarau yang berat.
Lalu puisi puisi ini menjadi hujan. Hujan yang kadang syahdu dan lembut. Dan kadang pula ngilu dan perih.
Di sini segenap pikiran berkumpul. Mencerna kompleksitas hidup dalam himpitan himpitan kulutural dan definisi sukses.
Aku percaya pasa puisi yang didengungkan oleh Iqbal di Pakistan, atau Rendra. Atau Sapardi dan Emha.
Bahwa puisi adalah sebuah jalan. Sebuah jawaban. Setitik cahaya bagi yang menatap rupanya.
Entah engkau menyebutnya apa. Puisi tetap ada saat ia dituliskan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H