Aku telah memulainya dari daun sejarah yang muda dan anggun. Dalam bening matahari sebelum kemarau yang berat.
Lalu puisi puisi ini menjadi hujan. Hujan yang kadang syahdu dan lembut. Dan kadang pula ngilu dan perih.
Di sini segenap pikiran berkumpul. Mencerna kompleksitas hidup dalam himpitan himpitan kulutural dan definisi sukses.
Aku percaya pasa puisi yang didengungkan oleh Iqbal di Pakistan, atau Rendra. Atau Sapardi dan Emha.
Bahwa puisi adalah sebuah jalan. Sebuah jawaban. Setitik cahaya bagi yang menatap rupanya.
Entah engkau menyebutnya apa. Puisi tetap ada saat ia dituliskan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI