Pendidikan Islam memiliki sejarah panjang dalam pembangunan budaya belajar.
Sejak era Nabi di Makkah dan Madinah hingga mencapai puncaknya di Andulisia dan Baghdad: sekitar rentang awal abad ke 7 sd ke akhir abad 12. Itu jauh melampaui capaian Eropa yang datang 600 tahun kemudian.
Tradisi belajar dasar Islam awalnya dilakukan secara mandiri, karena sebagai kewajiban dalam agama.
Pengajaran awal dilakuakan oleh Ayah kepada anak dan keluarganya. Atau oleh Ibu kepada anaknya bila sang Ayah dalam perjalanan sabilillah.
Katakanlah itu sebagai kultur belajar yang terkecil. Dengan materi pokok yang dasar. Seperti amalan ibadah praktis menuju aqil baligh, keimanan dan akhlaq.
Selebihnya fokus pada penguasaan Alquran, baca dan tulis, menghafal bahkan memahaminya.
Dari kultur keluarga ini barulah berkembang dengan mendatangi guru/sang alim untuk mempelajari satu bidang ilmu, hingga selesai dan tuntas. Begitu seterusnya.
Hingga perkembangan formalnya memuncak setelah 30 tahun era khilafah yang empat.
Pada era itu, pusat sekolah Kuttab adalah masjid, bersifat non formal, selain mempelajari langsung dari sang Alim.
Namun di era (daulah) Umayyah, barulah dibentuk lembaga lembaga formal untuk setiap bidang ilmu, utamanya tentang Alquran. Lalu berkembang dan menjadi lebih terstruktur dan terspesialisasi.