Mungkin mata puisi dapat melihat Pakistan yang sekarat dan sakit, tapi puisi tak dapat memutuskan. Tangannya begitu kecil dan tubuhnya seperti ringkih memendam idealisme.
Beberapa puisi dapat menggerakkan dan menginspirasi, namun ia tetap di ruang sunyi dari gempita dan citra. Konon, katanya, jangan campurkan estetika dan politik. Tentu, karena keduanya memiliki ruang etos sendiri untuk mencapai makna.
Namun, adakah makna tertinggi selain perbaikan?. Mungkin di sini, puisi dan politik bisa seiring, sunyi dan ramai riak di perjalanan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H