Mungkin ini klise, dan cukup melonkoli, tapi aku masih di sini, merangkai puisi. Sebagaimana aku selalu merangkai waktu yang terus melaju, aku merangkai puisi inj dari serpihan zaman, di antara pecahan hujan dan desing peluru.
Duh... abad yang tidur kataku, saat semua seperti menghidupi mimpi dari malam yang berasap dalam pranata sosial yang pengap.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H