Banyak puisi yang bisa bicara kepada kita dengan sendiri. Tanpa interpretasi. Beberapa puisi butuh refleksi lebih dalam pada galian ide, elaborasi dan maknanya.
Dalam pandangan lainnya, si penyair membebaskan audiens untuk mencerna secara leksikal atau memaknainya dengan prismatis, banyak sisi : Penyair membebaskan kata dalam puisinya untuk dijadikan apa saja. Kata" mewakili makna itu sendiri, kata mereka.
Justeru di sinilah kesederhaan puisi. Dalam bentuk dan prosesnya yang bagaimanapun ia memberi ruang" bebas bagi penikmatnya. Si audiens pun dapat masuk ke gagasan dan peristiwa yang dibangun(dicipta) dalam puisi itu.
Jadi, sepotong puisi, atau sehalaman puisi yang panjang dan absurd membawa hikmah dan kesederhanaannya sendiri. Selama kita bisa mencermati gaya bahasa dan latar sejarahnya.
Selama ia, puisi itu benar benar merefleksikan keasliannya, kejujuran dan penghayatan terhadap pesan nilai" :Sebab, sebagian kecil paham ada yang membebaskan diri dari nilai dan mengembalikannya secara mutlak kepada pembaca.
Padahal makna asal dari sastra, adalah nilai moral dan nilai ajar yang berperan dalam perbaikan diri dan sosial.
Begitupun puisi, dalam kesederhanaannya ada hiburan, keindahan, satire, kritik. Dan ada refleksi ke dalam diri sendiri, suatu pantulan cahaya kebenaran, suatu pilihan.
Baca juga : Wacana:Puisi Pop
https://www.kompasiana.com/taufiqsentana9808/61598ba4010190049b13fec2/wacana-puisi-pop