Dari beberapa catatan literal yang penulis kumpulkan, tafakkur merupakan satu pola metoda yang sengaja dirancang oleh Allah swt dalam mencapai kualitas dan aktualisasi potensi manusia lewat pendidikan.
Tafakkur dirancang secara intruksional, lewat wahyu pertama ke Nabi Muhammad saw, dalam FirmanNya : Iqra'....
dan secara kondisional terpaut pada realitas tertentu lewat kajian ayat ayat semesta: sejarah, penciptaan manusia, pergantian waktu dan musim, warna kulit dan bahasa manusia, dst
Sehingga seorang yang menempuhnya akan menaiki level kognisi dan kesadaran tertentu. Seperti makna firmanNya : dan dalam diri sendiri, apakah kamu tidak memerhatikan dengan teliti?
Esensi dan aspek tafakkur yang paling mashur, disebutkan dalam surat Ali Imran (190-192), yang secara prinsipil sebagai sarat pencerahan mental dan intelektual (ulul albab).
Kualitas ulul albab, dalam idealita pendidikan Islam, hanya dapat dilampaui dengan tafakkur (didahului oleh tazakkur, zikir, mengingat Allah dalam kondisi apapun).
Maka tafakkur menjadi rangkaian stimulasi semua kualitas inderawi (menghidupkan batin) untuk mencerna gejala/ peristiwa semesta secara kontinyu dan terencana sesuai tahapan pendidikan yang dimaksud.
Hal itu bisa tersaji dalam teks ataupun kejadian kejadian sosial yang dicerdasi pada ranah pembelajaran, yang sekarang identik dengan pendekatan saintifik.
Namun, yang menjadi pembeda: puncak gairah tafakkur dalam idealita pendidikan Islam adalah kesadaran akan Kekuasaan Allah, KesucianNya dan terhindar dari AzabNya, bukan semata mencapai kesimpulan sains dan penemuan-teknologi semata.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H