Lihat ke Halaman Asli

Taufiq Sentana

Pendidikan dan sosial budaya

Teknik Puisi: Menulis Puisi secara Visual

Diperbarui: 9 Januari 2022   11:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok. Pixabay. Anher. Kompasiana. Teknikpuisi. 

Menulis Puisi Secara Visual

Berkembangnya budaya digital dan kebiasaan visual di era informasi,  sejak televisi dikembangkan,  memberi pengaruh pada budaya literasi pada sastra, termasuk puisi.

Puisi relatif lebih berkembang dalam dekade terakhir ini, tidak hanya di Indonesia,  tapi juga dunia. Puisi telah menjadi alternatif dalam membantu" meluaskan perspektif pembaca,  puisi juga menjadi gambaran sejarah/kondisi masyarakat saat puisi itu diciptakan.

Walaupun demikian,  penerbitan puisi secara konvensional,  masih sulit dalam oplah penerbitannya,  masih beresiko. Lebih mudah menerbitkan hasil puisi penyair terkenal,  sehingga berpengaruh pula pada gairah atmosfir kehidupan kepenyairan.


Sikap Kita :
Diantara yang paling mungkin disikapi adalah dengan meningkatkan kualitas isi, kontekstual  dan  daya saji dari puisi itu sendiri. Itulah yang paling riil untuk dikendalikan. dan waktu akan menjadi hakim yang adil atas kekhasan suatu karya.

Maka menghadirkan puisi yang betul betul "visual" adalah sangat efektif,  dan menjawab keterbutuhan "mata audiens" yang terbiasa dengan budaya tv dan sajian visual,  bahkan audiovisual.

Mungkin awalnya dianggap sebagai komodifikasi budaya pop, tapi puisi memang membutuhkan skema baru dalam menjumpai khalayak, agar dapat meluaskan pengaruh dan daya ubah sosial.

Secara teoretis,  puisi visual adalah,  puisi yang sarat akan imaji visual (ada beberapa teknik imaji).

Diksi dan indera visual:
Dalam maksud ini,  saat puisi dicipta, walau berat memang,  si penyair memerhatikan dengan detil pola imaji visual ini. dan memilih diksinya dengan ketat untuk menghidupkan puisinya secara visual. Puisi yang memanjakan indera mata pemirsanya,  seakan ia melihat peristiwa yang dialami penulis/penyair.

Misal,  tidak cukup hanya dengan kalimat : aku menemukan pagi yang indah.

 Si penyair mesti mengurai dan memilih dengan ketat segala potensi bahasa (Herman JW,  1995), agar puisi tentang pagi itu  tervisualkan di mata pembaca.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline