Lihat ke Halaman Asli

Taufiq Sentana

Pendidikan dan sosial budaya

Kuantum Bahagia

Diperbarui: 22 Juli 2021   13:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kuantum Bahagia

Hakikat keinginan manusia ialah bahagia. Itulah puncak pencariannya.
Dalam skala apapun, bahagia mencari bentuknya lewat fikir dan interaksi manusia dengan pengalamannya.

Sebagian terjebak dalam fantasi bahagia, semu dan segera sirna
atau hanya fatamorgana.

Kita meraba, mencerna, mencoba
dan mengusahakan bahagia.
Namun agaknya, bahagia itu
seakan menjauh dan hilang makna.

Psokolog modern berusaha merumuskan makna makna itu.
merusmuskan apa yang dianggap bermakna bagi seseorang?
namun tetap sebagai rumusan saja
yang berlandaskan akal dan empirisme.

Namun, bagi penempuh Jalan Kenabian,
dari lisan Rasul Mulia, telah terekam
kuantum bahagia, ribuan tahun sebelum
pencarian para ilmuwan modern.

Lompatan kuantum bahagia itu mencakup aspek aspek capaian
eksistensi manusia:

Yaitu, mengingat Yang Maha Ada
dengan tindak kepatuhan, mensyukuri
pemberianNya dengan penerimaan
yang sempurna. Dan mengekpresikan penyembahan diri yang total dalam rangka menggapai Kerelaan Tinggi.

Itulah prokol kuantum bahagia yang disampaikan Nabi Mulia ke Sahabat mulia, Muaz bin Jabal.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline