Lihat ke Halaman Asli

Taufiq Haddad

Peminat Filsafat, Spiritualitas, Politik, Demokrasi, dan HAM

Spirit dan Pesan Abadi Mas AE (In Memoriam AE Priyono 1958-2020)

Diperbarui: 11 Mei 2020   08:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"We hold the illusion that we've stayed but the martyrs have passed. But the truth is that time has taken us away with itself, but the martyrs have stayed." 

- Martyr Morteza Aviny

"Anda 'Hadrami' ya", tanya Mas AE saat kami jumpa pertama kali sesuai janji di Margo City, Depok, pertengahan Februari 2020 lalu. Saya pun menganggukan kepala. "Saya mengenalinya dari nama anda", lanjutnya. Tanpa mengkonfirmasi lagi arti "Hadrami", saya pun memahami bahwa yang dimaksud Hadrami oleh Mas AE adalah peranakan keturunan dari Hadramaut, Yaman, yang berdiaspora ke berbagai negara, termasuk Indonesia. 

Kakek buyut saya memang berasal dari Hadramaut, Yaman. Sering juga di sebut Hadrami. Saya adalah generasi kelima dari peranakan Arab, yang sudah banyak kehilangan atribut, tradisi dan budaya Arab, kecuali hanya sedikit saja. "Saya orang Indonesia asli mas AE", ujar saya berusaha mengoreksi yang kemudian disambut tawanya.

Semula Mas AE mengira saya Ahmad Taufik, wartawan Tempo dan aktivis, pendiri AJI (Aliansi Jurnalistik Indonesia) yang telah wafat beberapa waktu lalu. Nama kami memang mirip, hanya beda satu huruf diakhiran saja-perhatikan Ahmad Taufiq, dan Ahmad Taufik. Kami sama-sama peranakan Hadrami. "Ia salah seorang aktivis dan pejuang demokrasi, peraih International Press Freedom Award 1995 serta peghargaan lainnya. Sedangkan saya hanya orang yang banyak menghabiskan waktu menjual buku", tutur saya. 

Bukan kebetulan, penerbit tempat saya bekerja, kemudian menerbitkan tulisan-tulisan almarhum Ahmad Taufik semasanya di tahanan akibat akitifitas politiknya-"Penjara the Untold Stories". Buku itu kemudian menarik minat banyak orang karena salah satu TV swasta kemudian melakukan investigasi lanjutan yang hasilnya ternyata mengkonfirmasi keberlangsungan praktik-praktik menyimpang di Lapas dari tahun ke tahun, seperti kisah yang diungkap dalam buku tersebut.

Lalu Mas AE bercerita bahwa ia punya banyak teman dari kalangan Hadrami. "Dahulu saya diminta Haidar Bagir membantunya di Koran Republika", ujarnya. Saat itu Haidar Bagir menjabat pemimpin usaha Koran Republika.  Di era 90-an itu Republika menjadi salah satu koran yang sangat disegani, dan menjadi media referensi sejajar dengan Kompas, Sinar Harapan, juga Media Indonesia.  Digawangi banyak penulis hebat seperti Farid Gaban, yang kolomnya, "Solilokui" selalu saya nantikan dll. Saya bahkan hampir saja tertarik magang di Republika usai mengikuti sebuah kursus jurnalistik. Sungguh jauh berbeda sekali nuansa serta atmosphere membaca artikel di Republka masa itu dibandingkan tahun -- tahun belakangan. Tema-tema keislaman yang diangkat sudah tidak lagi "segar dan hangat', keluar dari mainstream seperti saat itu. Saya masih ingat betul Budhi Munawwar Rahman, dari Paramadina, pernah menulis dalam sebuah kolom memperkenalkan "Filsafat Perennial"-nya Fritjchof Schuon. Mas AE pun sependapat dan mengaminkan.

Haidar Bagir juga seorang Hadrami. Ia bukan saja direktur sebuah penerbitan terkemuka di Indonesia, Mizan, namun juga seorang dosen, filantropi, dan juga aktifis sosial.

Belakangan saya tahu mas AE juga berkawan baik dengan Hamid Basyaib, yang juga Hadrami, semasa menjadi pengelola media pers mahasiswa di UII Yogyakarta. Bahkan media pers-nya itu sempat di breidel karena isinya banyak mengkritik Orba Baru. Kini Hamid Basyaib menjabat Komisaris Utama (Komut) di Balai Pustaka, salah satu BUMN Perbukuan. Juga berteman dengan nama-nama beken lainnya, seperti Prof Mahfud MD dll. Dua nama terakhir ini adalah sahabat dekatnya semasa berkuliah di Yogyakarta. Keduanya menulis secara apik mengenang Mas AE yang sangat membantu kita mengenal sosoknya lebih dekat. Kenangan (obituary) lainnya juga telah ditulis banyak temannya yang tersebar di berbagai tempat, mulai dari dosen, peneliti, pejabat pemerintahan, aktivis sosial dll.

Walaupun begitu, dalam hati saya bersyukur bahwa teman-teman Hadrami yang mas AE kenal-Haidar Bagir dan Hamid Basyaib, bukanlah tokoh Hadrami yang sering menghimpun banyak massa, partisan, untuk kepentingan politik praktis. Keduanya bahkan oleh sebagian kelompok yang dekat dengan pemikiran Wahabi dianggap orang-orang menyimpang. Dituduh "Syiah" dan satunya lagi dilabeli "Liberal". Di tengah melimpahnya informasi dan keterbukaan seperti sekarang tuduhan tersebut terkesan naif, paradoks dan stigmatik.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline