Lihat ke Halaman Asli

The Untold story, Dakwah Islam di Papua

Diperbarui: 24 Juni 2015   18:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Konferensi Hulu Hilir Halal

Beberapa hari yang lalu, tepatnya pada Minggu pagi tanggal 23 Desember 2012, saya dan istri menghadiri Konferense Hulu Hilir Halal. Konferensi ini mengusung sebuah konsep kehidupan yang halal dari hulu hingga ke hilir, dari sumber penghasilan hingga kegiatan konsumsi, tak lupa juga praktek halal dalam semua aspek kehidupan umat Muslim. Ini adalah konferensi yang pertama yang coba menggagas kehidupan halal secara menyeluruh.

Sekilas Tentang Konferensi Hulu Hilir Halal

Konferensi Hulu Hilir Halal ini dihidupkan oleh 8 nara sumber. Pemateri pertama adalah ustad Felix, seorang ustad mu 'alaf keturunan Cina yang membawa peserta konferensi memasuki snapshot sejarah dunia dan sejarah Islam secara singkat. Materi kedua adalah mengenai halal dalam kehidupan sehari-hari yang disajikan oleh ibu Aisha, seorang ahli teknologi pangan. Beliau mengungkap fakta bahwa benda-benda yang digunakan oleh masyarakat Muslim Indonesia ternyata banyak terbuat dari hewan babi. Pemateri-pemateri berikutnya tidak kalah bersinar dalam memberikan pencerahan kepada para hadirin. Namun, sayang sekali, pada kesempatan ini, saya hanya akan membuat coretan mengenai Islam di tanah Papua, yang dipaparkan oleh Ustad Fadlan asal Papua yang memilih mengarungi kehidupan da'wah daripada kehidupan kedinasan dengan bergelimpangan harta haram.

Ujian Belajar di negeri orang

Materi Islam di tanah Papua berawal dengan flashback ustad Fadlan tentang kilatan-kilatan masa lalunya di perantauan untuk menimba ilmu. Dengan sosok tubuh khas tanah Papua, beliau terlihat seperti api lilin di tengah kegelapan. Kulitnya yang gelap seperti menyala dari kejauhan sehingga semua orang melirik ke arahnya.

"Assalamu 'alaykum bang!" tegur Fadlan ramah kepada beberapa orang yang mengenakan kopiah yang sedang bersiap-siap mengikat kapal yang ditumpanginya dari daratan sebrang.

"Assalamu 'alaykum bang!" dia mengulangi salamnya dengan senyum yang melebar. Namun, salamnya tidak juga dibalas. Dia tidak mendengar sepatah kata pun dari mulut orang-orang itu. Dia bertanya-tanya dalam hati. dia sedih. Ternyata pendaratannya di negeri orang justru disambut dengan keacuhan.

Stereotype tentang suku lain

Hanya beberapa detik kemudian, dia kaget bukan kepalang. Orang-orang yang disapanya memandangnya dengan tatapan aneh. Bola mata mereka menyala seolah mengisyaratkan kecurigaan. Mereka pun tidak berkedip. Mata-mata mereka mengintai setiap gerak-gerik dia.

Akhirnya, dia pun mencoba tenang. Dia menghela nafas dalam-dalam sambil terus berzikir kepada Allah, Tuhan Semesta Alam yang tidak membeda-medakan hamba-Nya dari warna kulit atau pun dari perbedaan lainnya. Sesungguhnya yang lebih baik adalah yang lebih bertakwa kepada-Nya. "Alhamdulillah, di depan ada Musholla" ucapnya dalam hati sembari bergegas melangkah menuju Mushola.

"Alhamdulillah, sudah selesai. Aku merasa sangat damai dan tenang. Meskipun dari sebelum masuk, aku diawasi terus tanpa bergeming. Aku merasa seperti orang yang dicurigai, seperti orang yang tidak pantas berada di sini." Bisiknya dalam hati sambil merapihkan perlengkapannya sebelum beranjak pergi. Semua mata tertuju padanya dengan pandangan yang penuh rasa curiga dan seperti meremehkannya. Tidak sekali pun salamnya dijawab oleh saudara Muslim di tempat mulia ini.

Tubuh dengan kulit gelap dan rambut keriting tebal membuatnya diremehkan dan diasingkan di daratan ini. berbeda dengan penampilannya, orang-orang di sekelilingnya bertubuh bersih dan berambut lurus. Mereka sulit percaya bahwa ada manusia lain yang memiliki fisik yang berbeda menganut agama yang mereka anut. Mereka terbelenggu dengan stereotype yang salah besar. Mereka tak berkutik dengan pandangan-pandangan yang tidak benar hingga tidak lagi mampu meyakini bahwa semua manusia di mata Allah sama, kecuali takwanya.

Diskriminasi oleh Saudara Muslim

Hari pertama kuliah di sebuah kampus negeri di Makasar menancap kuat di dalam ingatannya. Ketika kelas sudah terisi penuh oleh semua mahasiswa yang mendaftar mata kuliah Agama Islam dan dosen yang mengajar pun sudah di depan kelas, halilintar mendera. "Saya tidak akan mulai kalau di sini masih ada mahasiswa yang beragama lain. Mohon kiranya meninggalkan kelas ini" dengan suara lantang, dosen yang berdiri di depan kelas meminta salah seorang di dalam kelas untuk keluar. Tanpa komando, semua mata tertuju kepada Fadlan, seorang mahasiswa bertubuh gelap dari tanah Papua. Fadlan tetap tenang, tak bergeming dan tidak merasa harus keluar kelas. Dia pun mulai menebarkan pandangannya ke sekelilingnya. Dia terkejut, pandangannya bertabrakan dengan semua mata manusia di ruangan itu. Dia pun beristighfar.

"Keluar!!!" dengan tatapan yang sangat tidak bersahabat, dosen itu pun meminta Fadlan untuk keluar kelas.

"Maaf pak, saya?" walaupun seperti disambar halilintar, dia memberanikan diri untuk bertanya. Tak disangka, petir pun ikut menggelegar. Dosen itu bertambah panas dan sangat emosional.

Dengan besar hati, Fadlan bangkit dari tempat duduknya. Dia melangkah dengan pasti dan tegar hingga ke muka kelas. Dia mendekati pak dosen yang tadi mengusirnya.

Da'wah pertama

"Maaf pak, sebelum saya meninggalkan ruangan ini, tolong izinkan saya mengajukan beberapa hal." tanyanya tenang penuh keyakinan.

"Baik, silahkan" jawab pak dosen singkat sambil mempersilahkannya berbicara.

Fadlan pun berdiri menghadap ke semua rekan mahasiswa. Dengan wajah yang menyejukkan, dia segera mengajukan 2 pertanyaan dan satu permintaan ke semua yang berada di kelas.

"pertanyaan pertama, apakah Allah menghendaki Islam dianut hanya oleh bangsa tertentu? Pertanyaan kedua, siapakah sahabat Rasulullah yang berkulit hitam legam tetapi bersuara indah ketika membacakan Kalam Allah? Ketiga, saya ingin mendengar semua yang berada di sini membacakan ayat-ayat suci Al-Qur'an"

Semua terdiam. Ruangan ini mendadak diselimuti kesunyian. Masing-masing orang tidak menjawab, bibir mereka terkunci dengan rasa malu yang menusuk hati.

Beberapa saat kemudian, setumpukan Al Quran pun segera dibagikan ke semua orang kecuali Fadlan. Akhirnya, dia beranikan diri merebut Al-Quran yang berada di tangan dosennya.

Setelah digilir, semua orang di ruangan itu mendapat jatah membaca Al Quran. Ternyata, dari sekitar 50 mahasiswa, hanya ada sekitar 8 orang yang bisa membaca dengan benar.

Akhirnya Fadlan segera mengambil inisiatif. "Pak, tolong izinkan saya berbicara sepatah dua patah kata kepada teman-teman saya".

Pak dosen yang sedari tadi mengamati dengan baik semua yang terjadi di ruangan itu segera menyetujui permintaan mahasiswa Papua ini. Dengan wajah yang sudah lebih bersahabat, dia berkata, "ya, silahkan.".

Setelah Fadlan selesai memberikan ceramah kepada teman-teman kelasnya, pak dosen angkat bicara, "Ya, pertemuan hari ini sudah dibawakan oleh saudara kita, Fadlan."

Ujian Materi Duniawi

Waktu pun berlalu dengan sangat cepat. Masa-masa menimba ilmu di negeri orang segera tiba di penghujung waktu. Dengan wawasan yang dia peroleh selama belajar di jurusan Pendidikan Agama Islam, dia kembali ke kampung halaman.

Belum lama merasakan udara Papua, dia dilamar oleh pak gubernur untuk menjadi Pegawai Negeri Sipil. Dia langsung diangkat sebagai kepala sebuah biro suatu instansi pemerintah di Papua. Dia pun segera menerima fasilitas kedinasan. Dia diberikan rumah dinas, mobil dinas, sampai amplop dinas.

Kehidupan yang diimpikan oleh banyak orang ternyata terasa getir di hatinya. Dia sudah sangat bersyukur dengan apa yang dia peroleh sampai akhirnya dia ditawarkan bonus tiada terkira. Dia akan diberikan amplop sejumlah setengah milyar dengan syarat dia diminta untuk menambahkan nilai proyek yang dia tangani dengan angka lain. dia diminta merekayasa dana proyek menjadi berlipat-lipat. Saat itu juga, dia serahkan semua fasilitas kedinasan dan secara resmi mengundurkan diri dari status pegawai negeri sipil.

Perjalanan Da'wah

Perjalanan da'wahnya dimulai dengan sebuah peristiwa penting yang terjadi setelah berbulan-bulan pantang menyerah. Dia tetapkan hati untuk berdiskusi dengan seorang pendeta, tokoh agama di tanah Papua. Esok pagi pun tiba. Dia langkahkan kakinya menuju rumahnya tokoh agama ini. Sesampainya di rumah tokoh ini, dia disambut oleh istrinya yang menyampaikan bahwa suaminya tidak berada di rumah. Dia pun pulang. Besoknya dia datang lagi dan disambut oleh anaknya dengan informasi yang sama. Dia berkunjung lagi di hari berikutnya dan hari-hari berikutnya, dan minggu-minggu berikutnya. Dia diterima oleh istri atau anak tokoh tersebut secara bergantian dengan kalimat yang sama persis.

Setelah coba berkunjung setiap hari selama dua bulan lebih, di hari ketiga bulan ketiga, dia mendapat angin segar. Begitu dia sampai di rumah tokoh agama ini, anaknya menyampaikan bahwa ayahnya sedang dirawat di rumah sakit. "Alhamdulillah, sekarang aku bisa menemuinya di sana" ucapnya dalam hati. dia mohon diri dan melangkah ke rumah sakit tempat tokoh tersebut dirawat.

Dia atur strategi agar rencananya untuk berdiskusi kali ini tidak gagal. Dia datang ke bagian informasi rumah sakit ini untuk memperoleh informasi di ruang mana tokoh ini dirawat. Berhasil. Dia dapatkan nomor ruangannya. Dia telah siap dengan sebuah parsel. Ketika tiba di depan ruangannya, dia tidak langsung mengetuk pintu yang masih tertutup tersebut.

Dia putar otak dan tersenyum. Dia ketuk pintu dan menutup wajahnya dengan parsel yang dibawanya. Pintu terbuka. "Silahkan masuk.." istri tokoh tersebut mempersilahkan masuk dengan ramah. "Berhasil" pekik Fadlan dalam hati. Pintu ditutup kembali.

Seperti yang diduga, Fadlan menurunkan parselnya dan berhasil melihat tokoh tersebut dan istrinya terperanjat kaget. Mereka tidak menyangka bahwa yang mengetuk pintu tadi adalah orang yang selama dua bualn lebih bertamu ke rumahnya dan terus dibohongi.

Kesempatan emas itu pun datang. Akhirnya dia berhasil berdiskusi dengan tokoh agama itu. Setelah kurang lebih empat jam berdiskusi, Fadlan diminta datang ke rumah tokoh itu keesokan harinya karena hari ini dia sudah dijadwalkan pulang.

Seperti yang dijanjikan, Fadlan berkunjung ke rumah tokoh itu. Kali ini dia disambut oleh tokoh itu langsung dan dia didampingi oleh istri dan anaknya. Dia dipersilahkan masuk. Setelah berdiskusi dan memberikan pencerahan, keluarga itu pun mengikrarkan dua kalimat shadat dan memeluk Islam. Ini adalah nikmat da'wah pertama yang kemudian mengawali perkembangan Islam di tanah Papua. Ini adalah bukti bahwa kesabaran akan membuahkan hasil yang diharapkan karena sebenarnya kesuksesan itu sudah sangat dekat dan hanya diraih oleh orang-orang yang sabar dan terus berusaha.

Istiqomah di Jalan Da'wah

Dia pun secara mantap mewakafkan dirinya di jalan Da'wah. Dia berkunjung ke rumah seorang kepala suku dan membangun silaturahmi. Kemudian, dia menjelaskan tentang Islam dengan sabar hingga kepala suku itu pun masuk Islam. Tak lama kemudian, seluruh suku itu pun masuk Islam. Jaya Pura geger bukan kepalang. Fadlan pun dipenjarakan tanpa proses pengadilan. Dia mendekam selama tiga bulan di penjara.

Setelah dia bebas, di berda'wah lagi dan membina para Mualaf. Setelah beberapa waktu, dia melangkah ke rumah kepala suku yang lain. dia membangun silaturahmi dan berceramah. Hari itu juga, kepala suku itu hijrah. Segera setelah kepala suku ini masuk Islam, ribuan warganya pun memeluk Islam. Jaya Pura geger bukan kepalang. Fadlan dipenjarakan selama enam bulan tanpa proses pengadilan. Dia menikmati hari-hari di dalam penjara untuk terus meningkatkan ketakwaannya dan kedekatannya dengan Allah, Tuhan Semesta Alam Pencipta Kehidupan.

Di bulan ke tujuh, dia bebas dan kembali membina para mualaf. Dia berda'wah lagi ke tempat lain. dia berkunjung lagi ke rumah kepala suku yang lain. dia membangun silaturahmi dan berceramah. Kepala suku itu pun mengikrarkan diri masuk Islam dan ribuan warganya pun mengikrarkan masuk Islam. Jaya Pura geger bukan kepalang. Fadlan dipenjarakan selama Sembilan bulan tanpa proses pengadilan.

Sipir penjara bosan melihatnya terus masuk bui berkali-kali. Dia mendatangi Fadlan. "Kamu tidak takut dengan penjara ini. tidak ada orang lain selain kamu di sini." Kata sipir itu. "Saya tidak takut dengan penjara dan apa pun selain takut kepada Allah, Tuhan Pencipta Kehidupan, Pencipta Langit Bimi dan isinya. Ingat pak, semua manusia akan meninggal dunia. Bapak akan merasakan siksaan yang jauh lebih menyakitkan dari yang saya alami. Bapak akan menyesal di akhirat nanti." Fadlan mengingatkannya dengan tenang dan lugas.

Sipir itu segera terdiam. wajahnya pucat pasi. Nampaknya dia mengkhawatirkan apa yang baru saja didengarnya. Setelah beberapa waktu, sipir itu mengundang Fadlan datang berkunjung ke rumahnya.

Fadlan pun memenuhi undangan tersebut. Dia datang bersilaturahmi. Dia disambut oleh sipir itu beserta istri dan kedua anaknya. Dia pun mulai berda'wah dan menjelaskan secara sabar dan panjang lebar. Diskusi terjadi. Hari itu juga, sipir itu dan keluarganya masuk Islam.

Semua hadirin yang berada di dalam ruangan raksasa konferensi itu menangis haru. Sesekali tersenyum dan tertawa mendengar beberapa hal lucu yang dipaparkan oleh ustad Fadlan. Seluruh hadirin kembali terpukau menyimak perjalan da'wahnya yang sangat heroic.

Ustad Fadlan kembali melanjutkan ceritanya setelah memperlihatkan beberapa foto yang membuat seluruh hadirin merasa pilu.

Perjuangan Da'wah

Dia dengan beberapa kawan memutuskan untuk berda'wah ke pelosok. Mereka sudah berhasil di kota dan saatnya untuk ke pedalaman membantu saudara-saudara lain di tempat-tempat terpencil. Mereka memutuskan untuk pergi ke Wamena. Mereka tidak punya bekal banyak dan kendaraan. Akhirnya mereka berjalan kaki selama 1 bulan dengan menggotong sejumlah kardus berisi sabun, sampo dan bahan makanan.

Setelah berjalan kaki selama satu bulan, mereka ditolak oleh petugas perbatasan wilayah untuk melanjutkan perjalanan. Akhirnya mereka terpaksa pulang kembali. Mereka berjalan kaki lagi selama satu bulan hingga akhirnya tiba di peraduan semula. Mereka kembali mengatur strategi. Mereka mengubah nama-nama mereka menjadi Yakobus, Martus dan lain-lain yang tidak bernuansakan Islam. Mereka berjuang lagi mengumpulkan perlengkapan yang mereka butuhkan dan kembali berda'wah.

Mengganti nama dan kembali berjalan kaki selama 3 bulan

Dengan nama-nama baru, mereka akhirnya diizinkan untuk melanjutkan perjalan menuju Wamena. Setelah total berjalan kaki selama tiga bulan, mereka akhirnya tiba di daerah yang mereka tuju. Mereka sesak dan dan terharu melihat kehidupan suadara-saudara di tempat ini. mereka tidak berpakaian, tidak mandi dan hidup seperti manusia purbakala.

Alasan Tidak Berpakaian dan Menjalani Kehidupan yang Menyedihkan

Dia berkunjung ke rumah kepala suku dan menerima penjelasan di balik kehidupan pedih tersebut. Warga suku ini tidak diperkenankan untuk berpakaian, mandi, dan lain-lain demi mempertahankan budaya dan adat tradisi mereka. Ada kelompok-kelompok yang menginginkan mereka untuk tetap berada pada kehidupan yang demikian.

Ada tamu asing datang dan memberikan minuman keras. Mereka mabuk dan tidur di sembarang tempat. Mereka terjatuh dan terlelap di kandang babi. Mereka difoto dan dokumentasi itu pun segera tersebar dan mencoreng nama bangsa.

Mereka dilarang mandi. Jika mandi, mereka tidak boleh dengan air bersih. Mereka harus mandi dengan lemak dan minyak babi. Hingga saat itu, tidak ada di antara mereka yang pernah mencium  aroma harum.

Para wanita suku ini pun menjalani kehidupan yang tidak terbayangkan. Mereka tidak berpakaian dan tiap kali melahirkan, mereka terlentang tanpa bantuan yang semestinya. Bayi keluar dan mereka potong ari-ari itu dengan tangannya sendiri. Pendarahan adalah hal yang sangat biasa.

Ketika masa menyusui, mereka hanya boleh menyusui bayi mereka dari yang sebelah kiri saja. Yang sebelah kanan adalah untuk menyusui babi-babi suku mereka. Sungguh kehidupan yang tidak dapat diterima dengan akal sehat.

Bersabar dan terus Berikhtiar

Fadlan dan kawan-kawannya harus menunggu beberapa hari sampai bisa benar-benar diterima oleh kepala suku itu dan masyarakatnya. Kemudian, dia mengajak kepala suku itu untuk melepas koteka dan lompat ke sungai mengikuti Fadlan dan kawan-kawannya. Dia meminta kepala suku itu untuk mengikuti gerakan-gerakannya. Kepala suku itu menyimak serius seolah sedang memperhatikan adat tradisi yang baru.

Mengajarkan Cara Mandi

Dia memberikan sabun ke kepala suku itu. Lalu, dia dan kawan-kawannya melakukan gerakan-gerakan mandi dengan sabun. Gerakan mereka diseragamkan dan kepala suku itu pun mengikutinya. Kepala suku itu masih menyimak dengan baik tanpa rasa khawatir atau perasaan curiga.

Tiba saatnya menggunakan sampo. Fadlan dan kawannya melakukan gerakan yang sama dalam menggunakan sampo. Kepala suku itu pun mengikuti dengan baik. Tiba-tiba, rambut kepala suku yang keriting panjang itu kemudian berdiri ke atas dan akhirnya busa sampo jatuh dari kepal dan menetes di atas hidungya. "Enak.." kepala suku itu terperanjat gembira. Dia terus mengendus-endus aroma harum busa sampo dan mogok melanjutkan tahapan mandi selanjutnya. Dia tidak mau bilas. Dia langsung melompat naik.

"Pak, mari masuk lagi. Tinggal sedikit lagi" ajak Fadlan.

Nikmat Mandi

Tapi bapak kepala suku itu menolak. Dia menggeleng. Dia kemudian melangkah ke sawah melanjutkan rutinitasnya seperti biasa. Tiba-tiba, hujan pun turun. Akhirnya Allah menuntaskan mandinya. Dia bersih dan segar. Alhasil, dia terlelap di rumahnya dari jam 3 sore hingga jam 9 pagi.

Keesokan harinya, Fadlan menemui kepala suku kembali. Kepala suku itu tersenyum senang. "baru kali ini saya bisa tidur lama sekali. Badan saya enak dan segar. Saya mau ke sungai lagi seperti kemarin." Jelas kepala suku itu.

Mereka pun mandi bersama lagi di sungai. Kali ini, kepala suku itu menuntaskan mandinya dengan membilas badannya. Dia pun tertidur lagi dari jam 3 sore hingga 9 pagi ke esokan hari.

Setelah merasa nyaman dan senang terhadap Fadlan dan kawan-kawannya kepala suku itu terus mengikutinya ke mana pun mereka pergi. Mereka mengamati gerak-gerik mereka dengan seksama.

Hidayah Turun ke Bumi

Waktu sholat Zuhur datang. Fadlan dan kawan-kawannya sudah siap mendirikan sholat. Mereka sudah siap di atas sebuah rumah panggung. Adzan dan iqomah dikumandangkan. Ritual menghadap Tuhan Pencipta Kehidupan segera dilaksanakan.

Tiba-tiba, pak kepala sukut itu melompat ke atas rumah panggung tersebut. Dia langsung bertanya, "apa tadi barusan yang dilakukan? Kenapa tadi bungkuk, lalu mencium lantai dan berdiri lagi lalu tengok kanan kiri sambil bicara-bicara" tanyanya penasaran. Setelah Fadlan menjelaskan dengan sederhana  makna-makna gerakan sholat yang dilakukan oleh Muslim, kepala suku itu berdiri dan berbicara kepada warganya. Hari itu juga, mereka semua memeluk Islam.

Sebuah perjalan da'wah yang sungguh menjadi inspirasi bagi siap saja yang menyimak kisahnya. Sebuah penyerahan diri di jalan Allah, di jalan ibadah di tengah-tengah kehidupan hedonism, di tengah kehidupan materialism di mana banyak manusia yang muali keracunan kenikmatan sesaat duniawi. Mereka kehilangan jati diri, mereka kehilangan identitas diri, mereka kehilangan harga diri. Harga diri mereka hanya menempel di benda-benda bermerk yang mereka beli dengan harga tidak murah. Mereka baru mendapat kepercayaan diri mereka ketika mengenakan benda-benda bermerk. Mereka lupa masa lalu mereka sebagai seseorang yang soleh, bersahaja dan menikmati kehidupan yang sejati. Hedonism hanya racun yang menawarkan kebahagiaan semu, kenikmatan semua, kepercayaan diri yang semu.

Mari kita kembali memikirkan apa sebenarnya tujuan kehidupan manusia. Kenapa manusia diciptakan dan diturunkan ke muka bumi. Dunia hanya sementara, dunia hanya persinggahan, dunia hanya sekejap. Sudah banyak keluarga kita yang meninggalkan kita untuk selama-lamanya dalam usia muda. Kehidupan selanjutnya dalah kehidupan akhirat yang kekal abadi selamanya. Sesungguhnya, kehidupan dunia hanya setetes kenikmatan kehidupan akhirat.

Mari kita bantu perjuangan ustad Fadlan dalam menegakkan da'wah. Mari kita bantu beliau untuk menyebarkan kebahagiaan dan rahmat untuk seluruh alam. Saudara-saudara kita di Papua mengharapkan uluran tangan kita. Mereka butuh pakaian dan perlengkapan lain untuk menjalani kehidupan.

Ustad Fadlan saat ini juga sedang berupaya membangun pesantren di daerah bekasi untuk para mualaf dari tanah Papua. Beliau juga sedang berupaya mendapatkan Al Quran untuk seluruh Muslim mualaf Papua. Di dalam konferensi tersebut, Alhamdulillah setidaknya 1000 Al Quran diwakafkan untuk mendukung perjuang da'wah beliau.

Semua yang benar datangnya dari Allah Subhana wa ta'ala dan yang salah adalah karena kekhilafan saya sebagai manusia biasa yang tidak pernah lupus dari salah dan khilaf. Mohon maaf lahir dan batin dan semoga coretan ini dapat memberikan kita semua inspirasi untuk bangkit kembali berjuang di jalan da'wah menolong saudara-saudara kita yang sedang mengalami ujian-ujian kehidupan. Sesungguhnya sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain. sedikit bantuan dan pertolongan kita akan berbuah pahala tak kunjung putus sepanjang masa.

Semoga bermanfaat. Jazakumullah Khairan katsiran.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline