Lihat ke Halaman Asli

Taufiq Rahman

TERVERIFIKASI

profesional

Ahok Membuat Pertamina Merugi?

Diperbarui: 27 Agustus 2020   15:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar: kompas.com

Satu minggu ke belakang, publik ramai memperbincangkan berita meruginya Pertamina. Suaranya riuh mengisi ruang-ruang komentar. Sinis dan sengit. Dan, Ahok mendadak (kembali) menjadi perhatian dan sorotan.   

Sebagaimana diberitakan banyak media, kinerja BUMN migas PT. Pertamina (Persero) memang sedang tidak baik pada semester I-2020. Pertamina merugi US$ 767,92 juta atau setara dengan Rp 11,13 triliun.

Bila dibandingkan dengan periode yang sama setahun sebelumnya, kinerja keuangan Pertamina ini jelas berbanding terbalik dengan capaian sebelumnya (Semester 1-2019). Kala itu, kinerja perusahaan pelat merah ini masih bagus; membukukan laba sebesar US$ 659,96 juta atau setara Rp 9,56 triliun.

Mengapa Pertamina merugi? Apa yang sedang terjadi? Dan, apakah perusahaan migas lainnya berhasil membukukan laba?

Tidak.

Chevron Corp, perusahaan besar energi AS, yang juga pernah menjadi pengelola blok Rokan, juga melaporkan kerugiannya sebesar 8,27 miliar dolar AS atau Rp 121 triliun pada kuartal II-2020. Kerugian mereka disebabkan oleh penurunan harga minyak mentah dunia.

British Petroleum, perusahaan minyak asal Inggris, juga mengalami kisah dan cerita yang serupa. Dalam laporannya mereka mengatakan mengalami kerugian sebesar US$ 16,85 miliar atau Rp 247,2 triliun pada kuartal II-2020. Kerugian itu juga disebabkan oleh anjloknya harga minyak dunia.

Lantas, bagaimana dengan Exxon? Sama. Mereka juga merugi US$ 1,1 miliar.

Mengapa kinerja perusahaan-perusahaan minyak global tidak sebaik kinerja periode sebelumnya?

Krisis kesehatan karena Covid-19 benar-benar telah membuat turun permintaan minyak pada tahun ini. Hampir sebagian besar aktifitas manusia dikurangi dan/atau dihentikan. Imbasnya, pengurangan pemakaian bahan bakar fosil terjadi dimana-mana. Penurunan harga menjadi tak terkendali.

Ini diperparah dengan keputusan negara-negara penghasil minyak dunia, seperti Arab Saudi yang memutuskan menurunkan harga jual minyak mereka untuk berebut pasar dan berencana meningkatkan volume produksi setelah Rusia mengatakan menolak bergabung dalam rencana tambahan pemotongan produksi OPEC plus. Hal ini meningkatkan kekhawatiran karena bisa menyebabkan kelebihan suplai.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline