Lihat ke Halaman Asli

Taufiq Rahman

TERVERIFIKASI

profesional

Mengelola Perpustakaan Pribadi, Merawat Kekayaan

Diperbarui: 29 Juli 2020   20:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

unsplash.com

Saya tak tahu persis, sejak kapan saya mulai berfikir semua dokumen dan arsip-arsip pekerjaan harus saya simpan dan saya kelola dengan baik dalam satu hard disk (yang selanjutnya saya anggap sebagai ruang perpustakaan). Jika saya tak salah mengingat, itu mulai saya lakukan sejak 2007.

Mengapa harus hard disk? Jawabannya: karena saya lebih menyukai menyimpan dokumen dan arsip-arsip dalam ruang minimalis seukuran 7 x 12 centimeter persegi. Jika saya butuh hard file, saya tinggal mencetaknya. Beres.

Dalam ruang perpustakaan itu, saya menyimpani banyak dokumen dan arsip penting yang saya buat dan saya dapatkan selama saya bekerja di berbagai proyek. Ada prosedur/instruksi pekerjaan, form-form, korespondensi, kontrak, materi training, presentasi, grafik, laporan-laporan audit dan lain-lain. Arsip dan dokumen yang menjadi koleksi saya itu sekarang sudah berjumlah 118.404 file/dokumen. Dari file/dokumen kecil yang jika dicetak hanya terdiri dari 1 halaman saja sampai file besar yang membutuhkan hingga 13.800 halaman untuk mencetaknya.

Cukup banyak.  

Memiliki puluhan ribu atau bahkan ratusan ribu dokumen dan arsip bagi sebagian orang mungkin sangat merepotkan, terutama jika mereka tak tahu cara menyimpan dan mengelolanya. Sejak lama saya membuat grup/main-grup dan sub-grup dan menamai file dan arsip dengan nama atau sistim penamaan yang unik sebagai cara mengelola lebih dari seratus ribu dokumen dan arsip. Cara itu, menurut pengalaman saya, sangat efektif dan membantu.

Saya membuat kelompok utama atau main-grup terlebih dahulu. Jika dokumen dan arsipnya sangat banyak dan tak mungkin saya taruh dalam satu grup, saya akan membuat sub-grup di bawahnya. Jika masih belum cukup, saya akan membuat sub-grup lagi.

Sesudah membuat main dan sub-grup, saya lalu menamai file sesuai dengan format AA-BB-CC-DD-EE (masing-masing huruf itu adalah kode unik). Dengan membuat kelompok atau grup dan menamai file sesuai format yang saya susun, saya merasa tak lagi kebingungan mencari-cari dokumen dan arsip lama.

Sejak lama saya terbiasa mengklasifikasikan dokumen dan arsip berdasarkan kriteria bertingkat sebagai berikut: nama/kode proyek, deskripsi dokumen (spesifikasi, prosedur, data sheet, tabel, grafik, dan lain-lain), sub-deskrepsi, tanggal dan seterusnya.

Dengan cara demikian, saya biasanya hanya memerlukan beberapa detik saja untuk menemukan dokumen dan arsip yang saya cari.

Begitu mudahnya.

Namun, jika ratusan ribu dokumen dan arsip yang saya miliki itu tidak saya kelompokkan dan saya namai dengan kode unik, saya pasti akan sangat repot mencarinya. Saat dokumen dan arisp masih sepuluh, dua-puluh, atau beberapa ratus, saya mungkin masih bisa mengingat-ingat. Namun, saat dokumen dan arsip saya sudah melampaui ribuan, saya harus segera menemukan cara untuk mengelolanya agar lebih mudah dicari dan ditemukan. Membuat grup, sub-grup dan menamai file dengan sistim penamaan yang tertentu adalah cara saya mengelolanya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline