Lihat ke Halaman Asli

Taufiq Rahman

TERVERIFIKASI

profesional

Becak dan Kisah Gerai Giant di Ranah Politik

Diperbarui: 26 Juni 2019   18:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar ilustrasi: CNBC Indonesia

JUMAT sore itu, di salah satu pasar di pinggiran kota Bekasi, beberapa tukang becak tampak berkerumun menunggu calon penumpang dengan penuh harap. Begitu dilihatnya seorang ibu keluar menenteng 2 tas kresek penuh barang belanjaan, salah seorang tukang becak segera menghambur ke pintu pagar besi. Wajah dan tangannya tampak mulai mengeriput. Dijungkitkannya sedikit bagian depan becaknya lalu ia menanya "mau pulang kemana bu?"

Tetapi, ibu itu tak lekas naik. Ia hanya mengangkat sedikit tangannya, menandakan ia tak butuh jasa bapak itu.

Sore itu, bapak tukang becak itu tak berhasil mendapatkan calon penumpang. Ibu setengah baya itu ternyata sudah memesan taksi melalui aplikasi online. Bapak becak itu meminggirkan kembali becaknya dengan lesu.

Melihat wajahnya, saya menjadi tidak tega.

Di pasar sore itu, bapak tukang becak itu tidak sendirian. Banyak tukang becak saya lihat berkerumun di pinggir trotoar yang ubinnya sudah mulai mengelupas di beberapa bagian. Tetapi, sore menjelang maghrib itu adalah hari kelam bagi mereka. Kebanyakan orang yang usai belanja aku lihat telah dijemput taksi online, atau oleh kekasih dan keluarga mereka.

Zaman terus berubah. Dulu, puluhan tahun silam, becak (dan angkot) pernah berjaya. Orang kerap menggunakan jasa tukang becak untuk mengantar mereka pergi dan pulang dari satu tempat ke tempat yang lain. Tetapi, sekarang, sejak aplikasi taksi online dibuat, banyak orang tak lagi membutuhkannya. Sepertinya, jika tidak salah ingat, sudah lebih dari 10 tahun saya tak pernah lagi naik becak.

Kini, tukang becak dan sopir angkot hanya bisa lesu menghitung uang yang tak seberapa didapatkannya setiap hari. Zaman menggilas mereka.

Giant yang Kini Kesepian
Serupa dengan kisah becak, dahulu, jika saya pulang ke Surabaya, setelah beberapa minggu bekerja di luar kota atau luar pulau, saya kerap mengajak anak-anak pergi ke Giant di Maspion Square Surabaya. Kami kerap bermain-main atau sekedar makan bersama untuk menyenangkan anak-anak. Tetapi, sejak beberapa jengkal dari mall Giant berdiri mall lain yang lebih megah dan menyenangkan, anak-anak saya kerap melontar protes jika saya mengajak mereka pergi ke Giant di Maspion Square.

"Gak mau.... ahhhh! Malasssss!" sergah mereka.

"Sepi, yah...."

Mendengar mereka merengek, saya pun akhirnya mengalah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline