Sudah bukan hal yang tabuh ketika kita melihat pagelaran musik dangdut diselenggarakan oleh golongan politik tertentu dalam suatu kampanyenya. Pada musim pemilu biasanya pagelaran ini sering dipilih untuk meramaikan acara kampanye agar menarik perhatian dan simpatisan dalam jumlah besar. Biasanya sebelum orang yang memiliki kepentingan politik berorasi di depan khalayak banyak atau yang biasanya para kader politiknya, dihadirkan beberapa artis atau penyanyi dangdut untuk menghibur orang-orang yang hadir disana. Para penyanyi fokus menghibur para hadirat yang hadir serta menarik perhatian sekitar lokasi agar masyarakat ikut serta dalam acara tersebut. Disela-sela acara musik dangdut tersebut kemudian orang yang memiliki andil sebenarnya dalam pagelaran itu muncul dan menyapa semua orang yang hadir disana. Dengan mengambil alih pengeras suara dengan lantangnya ia menyapa,memberi salam dan memulai orasinya. Biasanya dalam orasinya ia mengemukakan janji-janji jika ia kelak berhasil memenangkan pemiliahan atau memperoleh suara dominan dari pemungutan suara. Tidak jarang juga ia menjelaskan keburukan-keburukan kepemimpinan sebelumnya agar orang-orang yang hadir tidak memilih calon incumbent yang mencalonkan kembali.
Entah karena banyaknya orang yang menyukai musik dangdut atau karena tidak mempedulikan tingkat kejenuhan dari para calon pemilh cara ini terus dipakai sampai saat ini. padahal jika kita melihat fakta di lapangan tidak jelas informasi apa yang sesungguhnya disebarkan. Jika kita melihat dari sisi sang komunikator, jika yang mereka maksudkan adalah menyampaikan visi & misi serta programnya saat ia terpilih , hal tersebut dirasa tidak efektif ketika di lapangan pikiran orang-orang yang hadir disana terfokus kepada hadirnya seorang artis yang akan menghibur mereka di sana. Jika yang dilandaskan Teori Kebutuhan, disebutkan bahwa manusia selalu berperilaku terhadap bagaimana pemenuhan kebutuhan akan diri dan hidupnya kemudian orang akan mengikuti jalan politiknya ketika orang memiliki kebutuhan akan hiburan, namun disebutkan juga dalam teori tersebut jika kebutuhan tersebut telah tercukupi maka orang akan kembali pada kehidupan awalnya. Setelah ia selesai menghadiri sebuah acara kampanye dengan dangdut disana, sesampainya di rumah mereka akan kembali ke sediakala saat mereka belum menghadiri acara tersebut. Dan dilihat apa yang mereka butuhkan maka yang akan dikenang adalah artis siapa yang hadir dalam acara tersebut bukan apa yang politisi sampaikan di sana.
So, what the real purpose use dangdut on the campaign ? I think it’s not about the program that would realize by the politician, but just entertain public with the music and than people know him. Akibatnya rakyat terus dibodohi dengan kamuflase tersebut. Orang akan terus memilih pemimpin dengan bagaimana tingkat kepopuleran mereka,bukan elektabilitas atas orang yang mencalonkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H