Lihat ke Halaman Asli

Taufik Uieks

TERVERIFIKASI

Dosen , penulis buku travelling dan suka jalan-jalan kemana saja,

Teman-Teman Perjalanan ke Atap Dunia yang Luar Biasa

Diperbarui: 10 Juli 2024   20:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto:  Atap Dunia (Dokpri)


Sudah tiga hari dua malam saya menikmati perjalanan di Tashkent  seorang diri. Berjalan ke sana kemari dengan bebas ke mana saja, tanpa ada tujuan pasti dan tanpa ada yang mengatur dan membatasi. Bebas, penuh tantangan, walau terkadang penuh kejutan. Dari sekian banyak kisah perjalanan saya memang cara inilah yang lebih banyak saya tempuh.

Namun kali ini, pada perjalanan bertajuk Atap Dunia melintasi tiga negara di Asia tengah saya akan bergabung bersama beberapa teman seperjalanan dan juga pemandu wisata.

Karena perjalanan ini merupakan napak tilas buku Garis Batas yang ditulis Mas Agus, tentunya kita sudah mengetahui bahwa yang akan dialami nanti bukanlah jalan-jalan biasa. Ribuan kilometer perjalanan darat melewati medan yang  cukup menantang dengan ketinggian bervariasi hingga mencapai sekitar 5000 meter di atas permukaan laut memerlukan persiapan fisik yang prima.

 Sulaiman Too : Atap dunia (Dokpri)


"Akan ada sepuluh peserta dalam jalan-jalan kita kali ini," demikian pesan Mas Agus ketika saya memutuskan untuk turut serta pada masa-masa injury times.  Mengingat medan perjalanan yang cukup berat, dalam  bayangan saya pasti kebanyakan peserta tentunya masih berusia muda. Paling tidak dalam status saya yang sudah memasuki tercera edad (kepala enam) , saya akan menjadi peserta yang paling banyak usianya.

Akan tetapi ketika kami berkenalan pada saat makan malam di restoran Qanotchi, di Tashkent ternyata ada beberapa peserta yang  diperkirakan sudah mencapai kelompok usia sexagenarian dan septuagenarian alias usia kepala enam dan tujuh. Jadi tidak lebih muda dari saya sendiri.

 Pak Iskandar & Bu Mirna : Atap dunia (Dokpri)

Dua orang yang pertama adalah pasangan suami istri Pak Iskandar dan ibu Mirna. Mereka kebetulan ditemani oleh adik sepupu Bu Mirna  yang saya panggil Mas Sadiq .  Bu Mirna berusia sekitar 60 tahun lebih sementara suaminya beberapa tahun lebih senior. 


Keluarga ini tinggal di Samarinda dan kemudian saya ketahui bahwa baik Pak Iskandar maupun Bu Mirna berprofesi sebagai dokter.  

Bu Mirna selalu tampil dengan anggun walau ditemani dengan tongkat jika berjalan.  Terus terang saya merasa kagum dengan semangat beliau untuk terus menjelajah walau medan perjalanan kami nanti sepanjang ribuan kilometer akan melewati kawasan yang tidak mudah.  

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline