Lihat ke Halaman Asli

Taufik Uieks

TERVERIFIKASI

Dosen , penulis buku travelling dan suka jalan-jalan kemana saja,

Kereta Cepat, Tabrakan Kereta dan Infrastruktur di Indonesia

Diperbarui: 5 Januari 2024   10:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto: cnbcindonesia.com

Pagi ini di Kabupaten Bandung, telah terjadi kecelakaan antara kereta Turangga dan kereta komuter Bandung raya. Tepatnya di kawasan jalur petak Stasiun Cicalengka-Haurpugur  sekitar pukul 06.30 sampai pukul -07.00 WIB.

Berdasarkan beberapa video yang beredar di media sosial, dapat dilihat bahwa kedua kereta ini disebut adu banteng atau beradu secara frontal antara dua lokomotif.  Sebuah peristiwa yang sangat tragis apalagi ketika diberitakan bahwa kecelakaan ini terjadi di jalur tunggal.

Dalam video itu juga kita melihat kerusakan yang cukup parah di lokomotif ke dua kereta dan juga ada gerbong yang terangkat, terutama gerbong yang paling depan di dekat lokomotif.  Jika pada awalnya belum diketahui tentang adanya korban, pada berita lanjutan dilaporkan ada 3 orang yang menjadi korban pada peristiwa naas ini, yaitu, seorang masinis asisten masinis dan juga seorang petugas kereta.  Jumlah korban sendiri masih simpang siur dan kemungkinan akan bertambah.

Berita tabrakan kereta ini memang mengagetkan mengingat terjadi di saat masyarakat baru saja mengalami euforia dengan diluncurkannya Kereta Cepat Indonesia Cina yang dianggap sebagai lonjakan teknologi dan bahkan menyejajarkan kereta api Indonesian dengan negara-negara maju. 

Mengingat terjadi tabrakan frontal yaitu dua kereta api saling tabrakan head to head alias lokomotif lawan lokomotif dalam jalur rel yang sama, dapat dipastikan bahwa telah terjadi kesalahan informasi dalam pengaturan lalu lintas perjalanan kereta api yang masih menggunakan jalur tunggal.

Kecelakaan ini juga mengingatkan kita semua akan salah satu tragedi yang paling mengerikan dalam sejarah kereta api di Indonesia, yaitu tragedi Bintaro pada 19 Oktober 1987 antara dua kereta yang juga terjadi di rel yang ketika itu masih rel tunggal. Pada tabrakan maut ini kereta api dari arah Merak bertabrakan dengan kereta lokal dengan penumpang yang penuh sampai di atap kereta.  Lebih dari 130 orang menjadi korban dalam kecelakaan maut ini.   Bahkan salah seorang masinis kereta juga dinyatakan lalai dan kemudian harus dipenjara serta kehilangan pekerjaannya.

Salah satu kelemahan rel tunggal adalah dua kereta yang berlawanan arah akan menggunakannya secara bergantian.   Ketika arus lalu lintas masih jarang dan sepi, probabilitas terjadinya kecelakaan sangat lah kecil.  Sementara dengan makin ramainya lalu lintas kereta api di jalur tunggal, tentu saja akan memperbesar probabilitas terjadinya kecelakaan yang untungnya saat ini dapat dicegah dengan sistem pengaturan dan teknologi yang kian canggih.  Tetapi sebagai manusia, tentu saja kemungkinan akan kelalaian dan melakukan kesalahan bisa saja terjadi. Dan ketika itu terjadi maka keselamatan dan jiwa ratusan penumpang bisa menjadi taruhan.

Nah untuk lalu lintas kereta di pulau Jawa yang sibuk apalagi di kawasan sekitar Bandung yang digunakan oleh kereta Komuter Bandung Raya dan juga kereta jarak jauh seperti kereta Turangga, sudah seharusnya infrastruktur terus diperbaiki dan ditingkatkan sehingga sudah tidak ada lagi jalur tunggal. Dan bahkan di daerah perkotaan yang ramai pun seharusnya sudah tidak ada lagi perlintasan sebidang dengan jalan raya.  Bila terjadi kecelakaan di perlintasan sebidang, kesalahan memang mutlak karena kendaraan atau orang yang melintas, tetapi kurangnya infrastruktur seperti pintu lintasan atau lintasan yang tidak dijaga juga bisa memberikan kontribusi atas kecelakaan serupa.

Untuk membangun jalur ganda dan menghilangkan lintasan sebidang ini, memang membutuhkan biaya yang sangat besar dan tidak mudah, akan tetapi kalau perkeretaapian Indonesia mau naik kelas dan benar-benar sudah pantas dianggap sejajar dengan negara maju, perbaikan dan peningkatan infrastruktur perkeretaapian termasuk jalur ganda dan menghilangkan perlintasan sebidang di kawasan yang padat adalah merupakan harga mutlak yang harus dibayar.

Mari kita cegah kecelakaan head to head seperti tragedi Bintaro ini supaya tidak terulang kembali.  Tentunya alangkah baiknya jika satu kaki kereta api sudah sangat maju dengan hadirnya kereta cepat, maka kaki yang lain pun tidak tertinggal dengan kurangnya infrastruktur, terutama yang berhubungan langsung dengan keselamatan.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline