Mendengar kata Bali, tentu membuat hampir semua orang membayangkan sebuah destinasi wisata yang sangat indah dan kondang dengan keramahtamahan penduduk, keunikan budaya, serta Pantai-pantai eksotis yang menyihir jutaan wisatawan baik dari dalam negeri maupun mancanegara. Bahkan Bali juga sering dinobatkan sebagai sala satu destinasi terbaik di dunia.
Nama Bali pula sering lebih tersohor dibanding nama Indonesia itu sendiri. Cerita ini bukan isapan jempol belakan. Karena langsung saya dapat dari seorang teman yang kebetulan berprofesi sebagai penerbang di maskapai Garuda Indonesia yang ke mana-mana di mancanegara lebih sering menyebut dirinya dari Bali. Sejatinya, teman saya ini sesungguhnya berasal dari salah satu kota di Jawa Tengah.
Pengalaman dan kenangan saya akan Bali memang sangat beragam dan kaya serta membentang beberapa dekade. Saya masih ingat pertama kali menjejakkan kaki di pulau ini hampir empat dekade yang lalu dengan naik bus dari Bandung dengan transit di Surabaya, menginap di sebuah homestay di kawasan Kuta yang kali itu masih sangat murah harganya.
Kemudian kunjungan demi kunjungan pun bergulir begitu saja, baik karena urusan pekerjaan maupun wisata. Seiring dengan itu sudah puluhan hotel dan tempat menginap yang pernah saya jajal baik di kawasan Kuta, Legian, Nusa Dua, Jimbaran, dan masih banyak lagi. Pada umumnya semua memberikan kesan yang sangat positif tentang Bali. Karena itu lumayan sulit untuk menentukan mana pengalaman yang paling berkesan.
Dalam tulisan ini saya ingin berbagi dua pengalaman yang mungkin jarang didapatkan oleh tamu hotel selama berkunjung ke Bali atau tempat lain. Bahkan salah satunya mungkin tidak akan pernah didapatkan lagi oleh siapa pun juga karena zaman dan peraturan telah berubah.
Pengalaman pertama adalah kisah di tahun 1990-an di salah satu hotel di kawasan Kuta yang memang sudah menjadi langganan tempat saya dan kolega menginap jika bertugas ke Bali.
Pada saat itu saya memang kerap bertugas ke Bali sehingga dalam satu bulan paling tidak satu atau dua kali menginap di hotel tersebut. Kebetulan saya menginap ketika perayaan Hari Raya Nyepi di Bali yang mengakibatkan seluruh tamu diwajibkan untuk berdiam tinggal di hotel dan tidak boleh keluar ke mana-mana.
Pada masa itu kegiatan penerbangan di bandara Ngurah Rai masih diizinkan sehingga ada semacam dispensasi khusus bagi penumpang yang akan datang dari bandara menuju hotel dan sebaliknya. Kebetulan saya sendiri harus bertugas di bandara sehingga akhirnya mendapatkan antar jemput khusus dengan pengawalan agar dapat melewati pemeriksaan pecalang di jalan.
Demikianlah saya naik kendaraan khusus melewati jalan di kawasan Kuta hingga bandara yang saat itu sangat sepi bagaikan kota mati. Sangat unik dan berbeda karena biasanya kawasan ini selalu ramai dan meriah. Pengalaman ini memang sulit dilupakan dan mungkin tidak akan terjadi lagi karena sekarang bahkan penerbangan pun sudah dihentikan selama perayaan Nyepi.