Jakarta Film Week yang diselenggarakan 25-29 Oktober 2023 baru saja berakhir. Dari sekian banyak film yang ditayangkan, salah satunya adalah film pendek kebanggaan warga KOMIK, yang berjudul Ngidam. Nah kebetulan film ini pun sempat ditayangkan di CGV dan Kineforum Taman Ismail Marzuki.
Sayangnya saya tidka sempat ikut meramaikan nonton bareng film Ngidam di layar lebar. Untungnya film ini masih ditayangkan secara daring melalui platform Vidio. Nah elalui Vidio ini saya sempat dua kali menyaksikan film hasil karya Mbak Dewi Puspa dan teman-teman KOMIK. Ternyata walau kisahnya sederhana, tetapi sangat menarik dan penuh dengan pesan yang cukup mendalam.
Secara singkat, jalan cerita film ini memang sesuai dengan judulnya, yaitu Ngidam. Kisahnya adalah tentang seorang lelaki Bernama Abdul yang harus memenuhi banyak keinginan istrinya, Lela, yang sedang ngidam. Sebagaimana dipercaya banyak orang, keinginan istri yang sedang ngidam harus dituruti oleh suami sebisa mungkin agar anaknya nanti tidak ngeces, alais ngiler. Karena itu lah Bang Abdul harus lintang pukang ke sana ke mari untuk memenuhi permintaan Lela. Bahkan permintaan yang beraneka raga mini pun didukung penuh oleh keluarag termasuk mertua Bang Abdul.
Kebanyakan permintaan memang nerupa makanan tradisional khas Betwai. Dari yang masih mudah didapat seperti Nasi Uduk, Es Selndang Mayang hingga pada puncaknya adalah Abdul harus mencari Sayur Babanci yang konon sudah langka. Selain jarang yang jual, bahkan bahan untuk membuat sayur Babanci ini pun terkadang sudah lumayan sulit dicari.
Untungnya Abdul dibantu oleh teman sekantornya yaitu Roochim untuk membuat sendiri Sayur Babanc walau pun dengan bahan yang tidak lengkap-lengkap amat. Setidaknya Abdul masih bisa menuruti kemauan dan permintaan Lela yang sedang ngidam.
Akan tetapi di akhir cerita, ada adegan yang membuat penonton senyum-senyum sendiri, yaitu ketika Lela dengan tearng-terangan memnfaatkan kondisinya yang sedang hamil untuk meminta berbagai jenis makanan, termasuk yang langka dengan harapan suami tersayang yang dipanggil abang it uterus menurutinya. Mungin permitaan anka atai jabang bayi dalam perut alias kandungan sebenarnya hanya alasan saja. Namun bolehlah dibilang bahwa cerita berakhir dengan happy ending karena dalam film ini sama sekali tidak ada konflik atara Abdul dan Lela.
Akan tetapi , ada beberapa hal yang menarik dalam film yang harus memiliki teks dalam bahasa Inggris karena memang dikutsertakan dalam festival Jakarta Film Week. Ternyata enterjemahkan istilah-istilah dalam bahasa sehari-hari ke dalam Bahasa Inggris itu bukan perkara yang mudah dan belum tentu ada di kamus.
Salah satunya adalah panggilan sayang abang yang digunakan bagi Lela untuk suaminya diterjemahkan dengan lumayan pas yaotu babe. Tentu saja ini bukan babe dalam bahasa Betawi yang berarti ayah, melainan sebutan popular untuk Baby atau panggian sayang dari suami terhadap istri dan sebaliknya. Jadi panggilan Abang atau Bang diterjemahkan menjadi Babe atau sayang. Apakah salah? Tenyu tidak walau tidak 100 persen benar. Mungkin ini adalah istilah yang paling mendekati situasi yang digambarkan dalam film.
Saya sendiri jadi ingatdulu pernah ikut suat workshop atau kursus selama tiga blan jaitu Translation Workshop, dimana kita harus meerjeahkan kalimat atau paragraph atau artikel dari bahasa Indonesia ke Bahasa Inggirs. Nah begitu ada dialog Bang, ketika seorang adik memanggil saudara lelaki yang lebih tuah sebagaimna sebutan di Betawai atau di Sumatra. Saya mulai mengalami kesulitan untuk menterjemahkannya.. Kadang saya ingin menerjemahkan menjadi Big Brother. Tetapi tidak yakin apakah di negara berbahsa Inggris, orang atau anak-anak memanggil kakak lelkai dengan panggilan Big Brother.
Akhrnya tetap saya tulis Bang dengan tanda asterisk atau Bintang bahwa Bang adalah panggilan untuk saudara lelaki atau orang yang kita anggap lebih tua. Sontak sang instructor tertawa dan berkata bahwa kalau ditulis Bang, itu sama saja dengan Dor Dor dalam bahasa Indonesia untuk menjelaskan suara tembakan senapan.