Selamat Datang di Samarkand. Demikian Daniyor, pemandu wisata lokal kami menyambut dengan ramah di mobil van yang menjemput rombongan kami di Samarkand Vokzal atau Stasiun Samarkand. Daniyor adalah seorang pemuda berusia sekitar 25 tahun dengan penampilan yang menawan dan bahasa Inggris yang nyaris sempurna. Sejenak penampilan Daniyor mengingatkan saya akan kunjungan pertama ke Istanbul lebih dari dua dekade yang lalu.
"Kalau di Indonesia, semua pemuda Turki, bahkan sopir taksi, bisa menjadi Bintang telenovela," demikian komentar Mbak Naniek yang saat itu bepergian bersama saya ke Turki Penampilan Daniyor ini juga menekankan bahwa orang Uzbek masih memiliki jalinan erat dengan orang Turki baik secara etnis dan genetik. Walau terkadang di Asia Tengah ini, nuansa Mongol juga sering tampak dominan ada penampilan penduduknya.
"Selain sebagai seorang pemandu wisata, profesi asli saya sebenarnya adalah seorang dokter." Daniel memperkenalkan dirinya dengan penuh percaya diri dan sekaligus meminta satu persatu anggota rombongan wisata menembus batas kali ini untuk memperkenalkan diri. Dimulai dari Pak Hendra dan Bu Henny, juga Bu Ellen dan Samuel, sang keponakan yang pendiam, serta Mas Fadoli dan istrinya Mbak Wid yang dokter kandungan dari Malang serta diakhiri oleh Grace, perempuan muda petualang yang berasal dari Tomohon. Tentu saja ada saya dan istri serta Mas Agus sebagai pendamping perjalanan kami kali ini.
Daniyor kemudian memberikan penjelasan secara singkat mengenai kota Samarkand. Sebuah kota yang menurutnya lebih terkenal di seantero dunia dibandingkan dengan negeri Uzbekistan. Ah saya jadi ingat akan Pulau Bali yang juga bernasib sama dengan Samarkand. Lebih dikenal di pelosok dunia dibandingkan dengan Indonesia.
Dapat berkunjung ke Samarkand, kota di Asia Tengah yang merupakan permata Jalan Sutra adalah suatu impian yang menjadi kenyataan buat saya. Sebelumnya saya juga pernah membaca beberpa buku tentang Samarkand, baik novel atau pun buku Sejarah. Salah satu yang saya ingat adalah buku karangan Hugh N. Kennedy yang berjudul The Great Arab Conquest: How the Spread of Islam Changed the World We lived in. Dalam buku ini dikisahkan bagaimana penaklukan bangsa Arab dan penyebaran Islam pada abad ke 7 dan 8 yang mengubah peta dan Sejarah Asia Tengah yang disebut juga kawasan Transoxania.
Dalam perjalanan dari stasiun ke hotel kami yang berada di dekat kawasan bersejarah Afrisiyob, Daniyor berkisah secarah singkat tentang Sejarah Samarkand dari penaklukan bangsa Arab, menyebarnya Islam, hingga kedatangan bangsa Mongol serta munculnya Amir Timur yang menjadikan Samarkan sebagai ibukota kekaisarannya yang agung dan megah. Hingga kemudian masuknya Samarkand ke dalam wilayah Rusia, era Soviet dan zaman kemerdekaan. Pada saat ini Samarkand menjadi ibukota Provinsi Samarkand dan merupakan kota terbesar kedua di Uzbekistan setelah Tashkent dengan penduduk sekitar 1 juta orang.
"Kalau anda perhaikan hampir smeua bangunan di Smarkand dicat dengan warna yang sama, yaitu warna kuning kecokelatan seperti yang kita lihat searang ini," Daniyor berkata sambil menunjuk kepada bangunan bertingkat 4 atau 5 yang ada di sepanjang jalan. DI jelaskan juga bahwa di kawasan ini tidak diizinkan untuk membangun pencakar langir atau bangunan bertingkat tinggi. Bangunan bertingkat tinggi bisa dibangun di luar wilayah kota lama Samarkand.
Selain itu, saya juga semat memperhatikan bahwa sebagian besar kendaraan yang lalu Lalang di jalan raya di Samarkand adalah mobil bermerek Chevrolet dan berwarna putih. Ternyata hal ini disebabkan kebijakan pemerintah Uzbekistan yang memberikan monopoli khusus terhadap merek Chevrolet sehingga ada subsidi khusus terhadap merek ini. Sementara warna putih sendiri lebh disukai karena memang lebih menyerap panas yang menyengat terutama di siang hari di musim panas.