Perjalanan saya ke Almaty, kota terbesar di Kazakhstan yang pernah menjadi ibukota negeri eks Soviet ini dimulai dari Tashkent Vokzal atau Stasiun Kereta api di pusat ibukota Uzbekistan. Siang itu, Stasiun Tashkent North tidak terlalu ramai. Kami tiba sekitar 1 jam sebelum keberangkatan kereta api Talgo yang dioperasikan oleh Kazakhstan Temir Zhol atau Perusahaan Kereta Api Kazakhstan itu. Perjalanan menuju Almaty akan ditempuh selama 17 jam lebih termasuk formalitas pemeriksaan imigrasi dan bea cukai di perbatasan.
Ada beberapa macam kelas dan kabin dalam kereta ini. Yang paling mahal dan mewah adalah kabin kelas 1 yang hanya berisi dua tempat tidur dan bahkan dilengkapi dengan kamar mandi. Sementara kabin kelas dua terdiri dari empat tempat tidur yang bersusun yang di negara eks Soviet biada disebut dengan Kupe. Dan untuk yang paling ekonomis adalah dengan tempat duduk saja alias Sidyachy. Harga tiket Tashkent ke Almaty bervariasi tergantung kapan kita membeli tiket itu. Untuk harga kelas satu sendiri berkisar 30 ribu Tenge atau bahkan bisa naik hingga 57 ribu Tenge jika waktu membeli sudah dekat dengan tanggal keberangkatan. Tiket yang saya beli kebtulan berharaga sekitar 12 RIbu Tenge saja.
Di ruang tunggu stasiun, sudah cukup banyak calon penumpang yang menunggu. Sekilas kebanyakan warga Kazakhstan yang akan kembali ke kampung mereka setelah berkunjung ke Uzbekistan. Tepat di depan saya ada sepasang suami istri muda dengan anak gadis kecil yang juga sedang menunggu keberangkatan kereta. Uniknya di troli mereka membawa dua buah labu besar berwarna coklat muda. Penasaran dengan buah tersebut, saya bertanya kepada sang ayah yang berusia masih sekitar 30 tahunan.
Sto Eta? Tanya saya sambil menunjuk ke buah tersebut.
Tikwa. Jawabnya yang memang ternyata berarti pumpkin atau labu dalam Bahasa Rusia. Ketika saya bertanya lebih lanjut dari mana asal labu tersebut, ternyata memang berasal dari Uzbekistan yang terkenal sebagai penghasil buah-buahan. Selama lebih seminggu di Uzbekistan, saya memang menikmati melon nya yang sangat lezat.
Yang menarik adalah ketika saya menanyakan tujuan keluarga tadi dia menyebut Almaty dengan ucapan Almate. Jadi selama ini saya salah mengucapkan jika disebut dengan Almati. Dan ini memang terbukti setelah saya beberapa hari di Almaty dan mendengar kota ini disevut dengan kata Almate. Bahkan ada sebuah lagu yang cukup merdu dengan lirik Almate Tengah Almate Tengah yang saya nikmati dalam perjalanan dengan bus wisata ke Charyn Canyon.
Di gerbong, tepat di depan saya duduk seorang Perempuan yang kemungkinan besar merupakan etnis Rusia warga Kazakhstan. Saya sempat bercaka cakap sejenak dan mengetahui bahwa dia berasal dari salah satu kota Bernama Petropavl, sebuah kota di sebelah utara Kazahkstan. Sementara di kursi sebelah ada sekumpulan Perempuan Kazakhstan hingga akhirnya Perempuan ini bertukar teat dengan separang lelaki. Lelaki yang kemudian saya tahu merupakan orang Jepang yang sedang mengadakan perjalanan ke beberapa negara di Asia Tengah termasuk Uzbekistan, Kazakhstan, Turkmenistan dan juga Tajikistan dan Kyrgistan.
Tepat pukul 12.39 waktu Tashkent, kereta yang lumayan panjang itu bergerak meninggalkan ibukota Uzbekistan, walaupun di gerbang luar tertulis bahwa keret ini bisa melaju dengan kecepatan sampai 200 km per jam namun kecepatan kereta hanya sekitar 50 atau 60 km saja, bahkan lebih sering sekitar 30 atau 40 kilometer. Selama perjalanan sebagian penumpang mulai mengeluarkan makanan kecil dan juga minuman. Asyiknya Perempuan Kazakhstan dan teman-temannya pun menawarkan makanan kecil dan juga minuman yang mereka bawa.