Perjalanan HPI DPP DKI Jakarta alias Himpunan Pramuwisata ke TMII di akhiri dengan bincang-bincang bersama Mas Agustinus Wibowo, seorang travel writer dan pengembara yang cukup kondang karena beberapa perjalanannya ke negara-negara di Asia Selatan dan Asia Tengah seperti Afghanistan, India, Pakistan, Uzbekistan, Tajikistan, Kyrgystan, Kazakhstan dan juga Turkmenistan. Kebetulan yang bersangkutan menjadi Bintang tamu pada anjangsana kali ini.
Bertempat di taman yang indah dan sejuk di dekat Museum Hakka, Museum Cheng Ho dan juga di dekat sebuah danau dengan pemandangan sebuah pagoda di kejauhan, nuansa negeri Tiongkok memang hadir di siang menjelang sore itu. Dan sangat pas dengan topik yang akan dibahas. Sebuah topik yang sebenarnya cukup sensitif namun akan menarik dan menyegarkan jiwa jika dibahas dengan mata hati dan jiwa yang terbuka. Topiknya adalah tentang Keindonesiaan menurut versi sang penulis itu.
Mas Agus banyak bercerita mengenai latar belakang dirinya yang dilahirkan di Lumajang, Jawa Timur dan tentu saja dibesarkan dalam era orde baru hingga Ia memutuskan untuk belajar ke ngeri Cina pada 1999. Di sana Ia kuliah di Universitas Tsing Hua yang merupakan salah satu universitas paling bergengsi di negeri itu. Namun uniknya setelah lulus kuliah, dia kemudian memutuskan untuk berpetualang menuju negeri-negeri eksotis dengan perjalanan darat yang penuh tantangan.
Ketika sampai di topik utama yang sensitif, salah seorang peserta bertanya mengapa kebanyakan etnis Tionghoa di Indonesia tidak suka dipanggil Cina sementara di Malaysia atau bahkan negara Tiongkok sendiri menamakan negerinya dengan People's Republic of China sementara Taiwan menyebut negara mereka dengan Republic of China dan buka Republic of Tiongkok. Banyak orang bertanya mengapa kata Tiongkok hanya ada di Indonesia.
Dan jawabannya ternyata tidak cukup dengan satu atau dua kalimat, tetapi memerlukan sebuah paparan panjang tentang asal usul kata China, Cina, atau bahkan Tiongkok dan Tionghoa. Yuk kita Simak penjelasannya.
Menurut Agus. istilah Cina bagi kebanyakan etnis Tionghoa, terutama mereka yang pernah mengalami masa-Orde Baru memang memiliki konotasi yang negatif. Hal ini karena istilah itu sering digunakan dengan tujuan derogatif. Walau sebenarnya kata itu sendiri ada asalnya bersifat netral.
Agus juga sempat bercerita bahwa dia dibesarkan dalam keluarga yang mengharamkan kata Cina. Bahkan ayahnya bisa mara jika dia menyebut kata Cina baik untuk negara atau pun etnis. Dia diajarkan untuk menyebutkan kata Chungkuo yang merupakan lafal atau penyebutan untuk tulisan Zhongguo. Dan ternyata ini memiliki Sejarah dan kisah yang cukup panjang.
Untuk itu dijelaskan sedikit mengenai asal-usul kata Cina atau yang dalam bahasa Inggris dieja China. Konon kata ini sudah digunakan sejak lama sekali dan merujuk kepada Dinasti Jin atau Chin yang pertama kali menyatukan negeri Tiongkok atau China. Tetapi uniknya orang di Tiongkok sendiri lebih suka menyebut identitas mereka sebagai orang Han yang merujuk kepada Dinasti Han. Tidak mengherankan jika bahasa Mandarin sendiri disebut dengan kata Hanyi atau Bahasa Han. Sebenarnya orang di Tiongko sendiri selama ini menyebut nama negara mereka sesuai dengan nama Dinasti yan berkuasa dan siloh berganti sejak dari era Dinasti Xia, hingga kemudian Shang, Zhou, Chin dan terus hingga Dinasti Sui, Tang, Yuan, Ming, dan Ching.