Lihat ke Halaman Asli

Taufik Uieks

TERVERIFIKASI

Dosen , penulis buku travelling dan suka jalan-jalan kemana saja,

Ketika Anak-Anak Boleh Nonton Film 17 Tahun ke Atas

Diperbarui: 8 Juli 2023   07:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pengantin Remadja: Screensyut MUBI

Nonton film merupakan salah satu hobi kesukaan saya sejak kecil hingga saat ini. Kalau dihitung-hitung rentang waktunya lumayan panjang, meliputi beberapa dasawarsa dan juga generasi. Sehingga cukup sulit untuk mengingat film apa yang pertama saya tonton di bioskop alias layar lebar.  Tetapi yang jelas saya masih ingat beberapa film yang pernah saya tonton di kala masih anak sekolah bercelana pendek alias Sekolah Dasar di akhir tahun 1960 dan awal tahun 1970-an.  Dan mungkin juga beberapa kesan yang hingga kini sulit untuk dilupakan.

Salah satu film yang pertama kali saya tonton dan sampai kini masih diingat walau lupa judulnya adalah film yang wajib ditonton oleh semua anak sekolah di kala itu. Filmnya merupakan film dokumenter hitam putih yang mengisahkan tentang kilasan peristiwa setelah tragedi Gerakan September Tiga Puluh yang hingga kini dinamakan G30 S PKI.   Salah satu adegan yang saya ingat adalah pemakaman para jenderal setelah peristiwa Lubang Buaya, ada wajah Pak Harto dan juga pemakaman Ade Irma Nasution.   Film ini sebenarnya tidak cocok dan sekaligus memberikan rasa kurang nyaman untuk ditonton oleh anak-anak usia sekolah dasar, tetapi mungkin waktu itu diwajibkan nonton oleh sekolah. 

Sementara untuk film-film layar lebar yang tenar di tahun 1970 an adalah film Indonesia, film India, film silat Mandarin dari Hong Kong dan film drama dari Taiwan serta tentu saja film Holywood serta sedikit dari Eropa.  Ada banyak film yang saya tonton, namun yang akan dikisahkan kembali adalah beberapa pengalaman yang unik sehingga hingga kini masih diingat.

Di kota saya dahulu hanya ada tiga buah bioskop yang masing-masing bioskop khusus memutar film-film tertentu. Bioskop A misalnya sering memutar film Indonesia dan film India, sementara B lebih sering memutar film Mandarin atau Barat.  Belakangan kemudian, muncul lagi sebuah bioskop yang lebih merakyat, yaitu bioskop misbar yang tidak memiliki atap. Bioskop ini lebih sering memutar film-film lama namun kadang klasik seperti film-film tahun 1950 atau 1960 -an yang masih hitam putih  Banyak film lama seperti Darah dan Doa, Lewat Tengah Malam, Tiga Dara karya Usmar Ismail yang saya tonton bioskop Misbar ini. Harga tiketnya juga sangat murah yaitu 25 Rupiah saja, sementara kalau nonton di bioskop konvensional harga tiket sekitar 100-200 Rupiah.  

Salah satu pengalaman yang unik adalah pada saat itu sebagai anak-anak, saya sering menonton film-film dengan rating 17 tahun ke atas. Maklum film yang untuk anak-anak sendiri sebenarnya sangat terbatas. Pada umumnya penjaga bioskop tidak terlalu ketat dan bahkan orang tua pun sering mengajak anaknya untuk nntn bersama.  Bahkan anak-anak kadang boleh diajak nonton tanpa membeli karcis bila bersama orang tua.  Karena itu sebagai anak-anak kita sering nonton gratis dengan pura-pura menjadi anak orang lain.  Jadi ketika mau masuk ke gedung bioskop masuk bersama orang dewasa atau om-om dan pura-pura menjadi anaknya.  Setelah di dalam gedung langsung duduk berpisah, yang penting bisa nonton gratis.  Tentunya cara ini belum tentu selalu berhasil, kadang-kadang penjaga bioskop memngehntikan kita dan bertanya kepada orang dewasa tadi apakah kita anaknya atau bukan. Kalau bukan, yah akibatnya tidak bisa masuk ke bioskop.

Salah satu cara yang unik adalah anak-anak kadang-kadang boleh nonton dengan satu tiket berdua atau bahkan bertiga.  Saya sendiri pernah nonton bertiga dengan satu tiket bersama dengan dua adik saya. Ketika itu saya berusia sekitar 10 tahun sementara adik saya usia 8 dan 6 tahun.  Mereka saya minta patungan membeli tiket seharga 200 Rupiah, masing-masing 100 rupiah dan saya nonton gratis.  Seratus Rupiah saat itu lumayan mahal karena bisa membeli 4 buah potong roti yang enak dan termasuk mewah.   Kalau yang ini, filmya saya masih ingat judulnya, yaitu Ananda, karya terakhir Usmar Ismail yang dibintangi oleh Lenny Marlina.   

Selain film Indonesia, film India juga sangat digemari saat itu. Uniknya kalau film favorti yang sedang diputar, di karcis di bioskop akan cepat habis dan dikuasai oleh para tukang catut.  Untuk menonton film yang harga aslinya tiketnya 200 Rupiah bisa dibeli melalui tukang catur dengan harga 350 sampai 400 Rupiah. Salah satu film India yang pernah tenar saat itu berjudul Night in London.  Wah flm ini sangat asyik dengan cerita yang tegang sekaligus mengajak penonton menikmati keindahan kota London.  

Film-film Indonesia pun saat itu mencapai puncak zaman keemasan. Awal 1970-an, siapa tidak kenal dengan Sophan Sofian dan Widyawati yang sangat terkenal melalui film Pengantin Remaja karya sutradara Wim Umboh.  Konon film ini terinspirasi oleh film Love Story.  Ingin nonton film ini memerlukan banyak perjuangan untuk mendapatkan karcisnya. Bioskop akan full house bahkan sampai pertunjukan terakhir pukul 9 malam dan tukang catut meraja lela. Anak-anak tidak akan boleh masuk kecuali punya karcis tersendiri. 

Pada suatu waktu, pemerintah daerah pernah mengadakan Razia untuk mencegah anak-anak di bawah umur nonton film dengan kategori 17 tahun ke atas.  Sementara saya sangat sua nonton film-film dengan judul yang mengasikan seperti Beranak Dalam Kubur, Ranjang Siang Ranjang Malam dan sejenisnya.   Sebuah pengalaman yang juga tidak terlupakan adalah saya pernah kena Razia ketika menonton film 17 tahun ke atas, padahal masih pakai celana pendek.  Ketika film sedang diputar baru sekitar 30 menit, tiba-toba lampu dihidupkan, dan kemudian petugas berkeliling mencari anak-anak yang nonton. Kami kemudian dikeluarkan dari bioskop.  Namun potongan tiket yang sudah disobek kemudian diganti dengan tiket utuh dan boleh dipakai oleh orang tua kami.  

Boleh dibilang pengalaman saya di waktu kecil menonton film memang lebih banyak film-film untuk kategori 17 tahun ke atas.  Film anak-anak sendiri baru muncul pada sekitar tahun 1974 dengan banyaknya film Adi Bing Selamet dan Chica Kuswoyo. Sementara saya dan teman0tean sudah terlanjur sua dengan film-film silat, film India, dan juga bahkan film-film James Bond seperti The Man with the Golden Gun atau Live and Let Die. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline