Selesai berkunjung ke Stasiun Batutulis, jelajah Click bersama KPK berlanjut dengan jalan kaki menuju ke Prasasti Batutulis yang terletak tepat di Jalan Batutulis yang lokasinya hanya beberapa ratus meter dari Stasiun.
Setelah berjalan sekitar 5 menit, kami tiba di seberang kompleks prasasti yaitu di depan pintu masuk Istana Batutulis yang merupakan rumah peristirahatN Bung Karno. Sayang kami hanya bisa mengintip istana ini dan berfoto di depannya karena untuk masuk ke dalam kompleks istana memang diperlukan ijin terlebih dahulu.
Sekilas kompleks sirus Batutulis tampak sederhana, hanya sebidang tanah seluas 17 x 15 meter yang di dalamnya ada sebuah bangunan dengan atap berbentuk joglo. Di halaman ada berbagai batu yang ditumpuk dan juga ada tiang mirip makam. Menurut penjelasan yang saya dapat kemudian, ini bukan makam melainkan menhir yang dulunya digunakan untuk tiang mengikat kuda.
Memasuki bangunan setelah melepas alas kaki, kamu berjumpa dengan kuncen atau penunggu situs Batutulis, yaitu seorang nenek yang Bernama Memunah dan mengaku berusia sekitar 83 tahun. Nenek Maemunah sudah bertugas sebagai kuncen yang merupakan tugas turun menurun dan Ia merupakan keturunan yang ke Sembilan.
Nenek Memunah ditemani seorang pemuda Bernama Farid yang bertugas membantu nenek memberikan penjelasan karena mungkin pendengaran nenek sudah kurang baik. Mbak Linda Erlina, kemudian memulai wawancara singkat baik dengan Nenek Maemunah yang kadang juga dibantu oleh Farid. Tepat di dinding di belakang prasasti juga ada sebuah white board bertuliskan silsilah leluhur Prabu Siliwangi.
Di dalam ruangan ini terdapat beberapa batu yang menjadi kesatuan situs Batutulis. Yang pertama tentu saja sebuah prasasti yang sekilas bentuknya seperti gunungan dengan tinggi sekitar 151 centimeter dengan lebar di bagian bawah sekitar 145 cm dan ketebalan 12-14 cm. Di depannya ada batu tapak dengan penanda sepasang telapak kaki yang konon merupakan tapak kaki Prabu Surawisesa yang membangun Prasasti Batutulis ini pada tahun 1533.
Prasasti yang ditulis dengan aksara Sunda Kuno ini bercerita tentang penobatan Prabu Siliwangi.
Kalimat prasasti berbunyi, "Wangna pun ini sakakala, prebu ratu purane pun, diwastu diya wingaran prebu guru dewataprana di wastu diya wingaran sri baduga maharaja ratu hajj di pakwan pajajaran seri sang ratu dewata pun ya nu nyusuk na pakwan diva anak rahyang dewa niskala sa(ng) sida mokta dimguna tiga i(n) cu rahyang niskala-niskala wastu ka(n) cana sa(ng) sida mokta ka nusalarang, ya siya ni nyiyan sakakala gugunungan ngabalay nyiyan samida, nyiyanl sa(ng)h yang talaga rena mahawijaya, ya siya, o o i saka, panca pandawa e(m) ban bumi .
Artinya , "Semoga selamat, ini tanda peringatan (untuk) Prabu Ratu almarhum Dinobatkan dia dengan nama Prabu Guru Dewataprana, dinobatkan (Iagi) dia dengan nama Sri Baduga Maharaja Ratu Aji di Pakuan Pajajaran Sri Sang Ratu Dewata. Dialah yang membuat parit (pertahanan) Pakuan.