Dengan makin majunya teknologi dan ilmu pengetahuan, transportasi udara menjadi salah satu moda perjalanan yang konon paling aman di dunia. Hal ini dimungkinkan karena secara disain, pesawat sudah dirancang dengan memiliki banyak fitur keselamatan.
Dalam bahasa yang lebih sederhana, sudah diperhitungkan jika suatu sistem mengalami kerusakan, maka akan ada sistem lain sebagai cadangan. Dan suatu kecelakaan yang fatal biasanya terjadi bila semua sistem cadangan tersebut tidak berfungsi.
Salah satu pertanyaan yang menarik untuk diulas adalah pertanyaan awam yang ingin mengetahui apa yang akan terjadi jika pesawat mengalami kerusakan mesing atau engine ketika sedang terbang? Bagi pesawat bermesin ganda (dua) atau bahkan bermesin lebih dari dua baik tiga atau empat, tentunya diharapkan masih bisa terbang dengan mesin tersisa yang masih hidup. Namun apa yang terjadi seandainya semua mesin mendadak mati?
Sebelum menjawab pertanyaan yang menarik ini, kita perlu kembali ke dasar pertanyaan mengapa pesawat bisa terbang? Kalau jawabannya karena punya mesin, jelas jawaban ini kurang tepat walau tentunya bukan seratus persen salah.
Yang menyebabkan pesawat terbang bisa mengangkasa adalah gaya angkat atau Lift yang dihasilkan oleh sayap atau wing. Jadi selama pesawat tersebut masih memiliki sayap walaupun semua mesin mendadak mati, pesawat tersebut masih bisa mengudara alias terbang dan tidak jatuh begitu saja. Kecuali kalau tiba-tiba saja sayapnya patah atau mengalami kerusakan.
Namun yang perlu diingat adalah bila pesawat kehilangan daya dorong atau thrust yang dihasilkan mesin, maka pesawat terbang tersebut secara perlahan akan kehilangan ketinggian (altitude) dan kemudian meluncur ke menurun yang dalam istilah penerbangan disebut dengan gliding. Pertanyaannya sampai berapa jauh daya jelajah gliding ini, dan apakah pesawat tersebut akan mampu menemukan tempat untuk landing(mendarat) yang aman?
Akan banyak faktor yang bisa mempengaruhi penerbangan emergensi ketika semua mesin telah mati atau flame out ini. Bagaimana keadaan cuaca saat itu, bagaimana dengan keadaan situasi geografis di tempat pesawat tersebut sedang terbang, dan bagaimana juga kondisi pesawat dan krew pada saat ini. Semuanya mungkin terjadi, dan sudah banyak contoh pesawat yang bisa mendarat dengan selamat bahkan setelah semua mesin nya mati selama penerbangan.
Mari kita berkenalan dengan salah satu fitur yang ada pada setiap pesawat terbang dengan sayap tetap (Fixed Wing) yaitu Glide Ratio. Glide Ratio ini adalah suatu angka yang menunjukkan perbandingan antara berapa jauh pesawat dapat melaju ke depan hingga kehilangan ketinggian. Secara matematis Glide Ratio adalah perbandingan berapa jauh pesawat melaju ke depan untuk setiap 1000 kaki kehilangan ketinggian.
Glide Ratio ini berbeda-beda untuk setiap jenis pesawat dan juga konfigurasi ketika terbang. Pesawat ringan dengan sayap yang lebar biasanya memiliki Glide Ratio eyang lebih besar.
Sebagai gambaran, sebuah pesawat Boing 747-200 memiliki Glide Ratio sekitar 15:1 sehingga jika pesawat ini kehilangan daya dorong dari keempat mesinnya pada ketinggian 10 Km (33.000 kak)i, maka ia akan dapat terbang sejauh sekitar 150 kilometer. Pesawat Cesna 172 misalnya memiliki Glide Ratio sekitar 12:1.