Lihat ke Halaman Asli

Taufik Uieks

TERVERIFIKASI

Dosen , penulis buku travelling dan suka jalan-jalan kemana saja,

Mengapa Kita Tidak Pernah Bosan Berkunjung ke Taman Sari

Diperbarui: 29 Maret 2023   07:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Taman Sari: Dokpri

Yuk kita jalan-jalan ke Taman Sari, ajak saya kepada teman-teman Clickompasiana, yaitu Mbak Muthiah, Pak Sutiono dan Mbak Sukma pagi itu. Kebetulan jaraknya sangat dekat dan hanya perlu berjalan kaki kurang dari 5 menit melewati gang Abdul Hadi lalu menyeberang Jalan Taman dan kami sudah sampai di pelataran atau halaman tempat obyek wisata budaya dan sejarah yang wajib dikunjungi di Yogya.  

Di sini, kami melihat sebuah bus mini warna hijau cerah yang tampaknya cukup modern dan cantik dengan display elektronik menunjukkan tempat-tempat menarik di kawasan kota Yogya.  Ternyata ini adalah bus Si Thole yang siap mengantar wisatawan keliling kota Yogya khususnya kawasan sekitar Jeron Benteng atau sekitar keraton.   Bus ini cukup unik karena banyaknya kaca-kaca dan ada tulisan Jogja Istimewa.  Walau sering melihat Si Thole, saya sendiri belum pernah menjajal naik bus ini.

Si Thole: Dokpri

Akhirnya kami sampai di pintu gerbang masuk ke Taman Sari yang Bernama Gapura Panggung.  Yang menarik dan baru buat saya adalah berubahnya harga tiket masuk yang sekarang menjadi 15 Ribu untuk turis domestic dan 25 ribu untuk turis internasional.    Terakhir kali saya masuk ke Taman sari beberapa tahun lalu, kalau tidak salah harga tiketnya hanya 5.000 Rupiah.

Sebelum sampai di gapura panggung ini sebenarnya ada beberapa bangunan dengan nama yang khas, misalnya saja Gedhong Pangunjukan yang dulunya merupakan tempat abdi dalem mempersiapkan minuman untuk Sultan dan keluarganya. Dan di sudut-sudut juga ada sepasang bangunan yang disebut Gedhong Penganten. Konon karena berpasangan dan dulunya memiliki fungsi sebagai tempat piket jaga abdi dalem.

Bergaya di Gapura Panggung: Dokpri

Gerbang utama yang menjadi pintu masuk Taman Sari  ini dinamakan Gapura Panggung karena di bagian atasnya ada panggung yang bertingkat yang terbuka di atasnya.  Di sini ada tangga dengan hiasan sepasang naga yang merupakan sengkala memet atau candra sengkala yang merupakan lambang-labang untuk menunjukkan angka tahun.  Konon sepasang nag aini dibaca dengan Catur naga Rasa Tunggal yang bermakna tahun Jawa 1684 atau Masehi 1758 sebagai tahun pembangunan Taman Sari semasa Sultan Hamengku Buwono Pertama.  Di depan gapura ini Mbak Muthiah bergaya sejenak sebelum masuk ke dalam kompleks Taman Sari.

Melewati gapura ini, kita akan sampai di lapangan terbuka yang Bernama Gedhong Sekawan,  Dinamakan Gedhong Sekawan karena memang ada 4 bangunan yang sama bentuknya dan dulunya digunakan untuk berisirahat.  Di antara bangunan ini terdapat deretan pot bunga yang berbentuk bundar.  Sisi timur gedhong Sekawan akan berbatasan dengan Gapura panggung dan kalau kita terus berjalan ke barat akan sampai ke pintu yang menuju ke Umbul Binangun.  Konon pelataran ini berbentuk segi delapan kalau dilihat dari udara,

Kolam di Taman Sari: Dokpri

Kami terus berjalan dan kemudian menuju ke bagian paling menarik di Kompleks Taman Sari yaitu kolam yang Bernama Pasiraman Umbul Binangun.   Ah sudah banyak cerita mengenai kolam-kolam yang ada di sini dan kamu bisa membacanya di artikel saya yang lain mengenai Taman Sari termasuk mitos sultan dan bunga serta para selir. Namun yang perlu ditekankan kali ini adalah simbol-simbol yang ada di kola mini yang melambangkan perpaduan tiga agama yang dominan pada masa itu. Agama Islam dengan bentuk kubah, Buddha dengan bentuk bunga teratai dan Hindu dengan bentuk makara.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline