Siang itu saya kembali ke Bogor dengan rencana sekedar jalan-jalan dan melihat-lihat tempat-tempat menarik yang mungkin sudah pernah dilihat namun belum secara rinci dan mendalam. Dan seperti biasa kendaraan favorit jika ke Bogor, tentu saja KRL tercinta yang katanya tiketnya mau dinaikkan sebentar lagi khusus untuk orang kaya. Jadi sebelum tiket naik, sering-sering naik KRL ke Bogor.
Dari Stasiun Bogor kendaraan favorit saya adalah Las Piernas atau sepasang kaki yang akan membawa saya ke mana saja, asalkan tidak terlalu jauh. Nah kali ini seperti biasa saya akan melangkahkan kami menuju lapangan atau kebun paling cantik di kota Bogor, yaitu Kebun Raya Bogor. Karena baru saja ke sana beberapa minggu lalu, kali ini saya hanya menyusuri kaki lima sepanjang Kebun Raya , melewati Gereja Zebaoth dan kemudian Kantor Pos Bogor lalu akhirnya sampai di ujung Jalan Surya Kencana. Lumayan sudah berjalan sekitar 20 menit dan tubuh rasanya kian sehat dan segar.
Nah, setelah melewati Lawang Surya Kencana yang diapit dua ekor patung harimau, saya kemudian melihat pintu gerbang sebuah kelenteng yang bertuliskan nama Vihara Dhanagun. Sudah sering saya lewat kelenteng ini tetapi belum pernah masuk. Rasa penasaran membuat kaki melangkah. Pintu gerbang berwarna merah yang sangat khas negeri Tiongkok ini sangat cantik.
Atapnya bersusun dua, berbentuk pelana dan dihiasi deretan lampion kecil yang bergantungan manis ditiup angin semilir kota Bogor.
Di atas Tulisan Vihara Dhanagun ada tiga huruf Hanzhi. Dengan bantuan gadget, akhirnya saya membaca tulisan itu yang dalam Mandarin dari kiri ke kanan dibaca Miao de Fu. Namun saya ingat, bahwa kalau membaca tulisan Cina kuno, harus dibaca dari kanan ke kiri seperti tulisan Arab. Tinggal dibalik menjadi Fu De Miao.
Siang itu suasana di halaman kelenteng ini sangat sepi. Sama sekali tidak ada satu pun pengunjung maupun orang yang beribadah atau Jemaah kelenteng.
Di dinding ada sebuah foto tua kelenteng ini yang berasal dari tahun 1904. Sebuah foto hitam putih yang menggambarkan suasana di depan kelenteng atau Jalan Surya Kencana yang ramai dengan para pedagang. Ada yang memikul dagangannya, ada pula yang hanya meletakkannya di tepi jalan. Yang unik semua pedagang tersebut bertelanjang kaki.
"Hok Tek Bio tahun 25 Juli 1904," demikian keterangan di bagian foto besar itu.Walaupun terasa ada tata bahasa yang salah di sini, namun memberikan informasi bahwa nama lain kelenteng ini adalah Hok Tek Bio. Sementara versi gadget saya adalah Fu De Miao. Hok Tek Bio adalah bahasa Hokian sementara Fu De Miao adalah dalam bahasa Mandarin. Itulah keunikan huruf Hanzhi. Untuk artinya nanti kitakan cari lebih lanjut di dalam kelenteng.