Setelah beberapa tahun absen akibat pandemi, Japanese Film Festival kembali digelar tahun ini dan secara resmi dibuka tanggal 3 November malam pukul 19.00 di CGV Grand Indonesia, Jakarta. Dihadiri sekitar 500 undangan, wartawan, dan hadirin, acara ini dibuka dengan pertunjukan kesenian tradisional Jepang yang berasal dari Okinawa yang disebut Tarian Eisa.
Setelah itu tampil ke panggung Mr. Takahashi Yuichi, Derektur Jendral The Japan Foundation Jakarta yang memberikan sambutan dalam Bahasa Indonesia yang lumayan fasih. Tampil mengenakan busana batik berlengan panjang, mula-mula saya mengira beliau adalah orang Indonesia dan baru sadar bahwa beliau orang Jepang setelah melihat Namanya di layar.
Festival Film Jepang ini sendiri sudah diselenggarakan di Indonesia sejak tahun 2016 lalu dan pada tahun 2022 ini akan diselenggarakan di 3 kota yaitu Jakarta pada 3-6 November. Makassar, 18-20 November, dan Bandung, 2-4 Desember dengan menayangkan 14 film dari berbagai genre baik drama, anime, thriller dan komedi. Tiket untuk di Jakarta bervariasi mulai 25 Ribu untuk pembukaan dan 30 Ribu untuk hari selanjutnya. Sementara di Makassar berkisar dari 15 Ribu untuk Hari Jumat dan 20 Ribu untuk Sabtu dan Minggu sementara di Bandung harganya 25 Ribu saja. Untuk membeli tiket bisa langsung ke loket atau melalui website CGV.
Selain pemutaran film, JFF juga menampilkan berbagai kegiatan pendamping lainnya yang menambah kemeriahan festival serta memberikan pengalaman langsung akan budaya Jepang, misalnya saja nonton film dengan menggunakan Yukata yang akan diselenggarakan di Jakarta pada 4-6 November, pelajaran bahasa Jepang, kegiatan ngobrol bahasa Jepang serta lomba review film yang diputar di JFF.
Sambutan berikutnya diberikan oleh Duta Besar Jepang untuk Republik Indonesia, Mr. Kanasugi Kenji yang membawakan pidato singkat dalam Bahasa Inggris sambil mengucapkan selamat atas terselenggaranya JFF 2022 kali ini. Dalam sambutannya, bapa duta besar juga mengundang penonton untuk datang dan lebih mengenal Jepang karena saat ini Jepang sudah terbuka untuk kunjungan wisata.
Sebagaimana biasa, JFF juga selalu menyediakan merchandise yang bisa didaat oleh penonton yang secara setia menghadiri penayangan film. Hadiah ini beragam mulai dari Tshirt, tote bag, Stiker, clear file dan juga lanyard tergantung jumlah film yang ditonton. Karena itu setiap selesai nonton, kita diharuskan meminta stempel di meja informasi dengan menunjukkan tiket pada hari yang sama.
Kembali ke Tarian Eisa yang berasal dari Okinawa. Malam itu ada kali kedua saya menyaksikan tarian ini. Yang pertama kalinya adalah langsung di tempat asalnya, yaitu di Okinawa World Culture Kingdom Gyokusendo. Tarian Eisa ini sangat menarik karena memiliki irama yang dinamis dengan iringan gendang atau drum yang disebut taiko berwarna merah menyala yang dibawa oleh penari lelaki. Sementara penari perempuan kebanyakan membawa alat musik petik tradisional mirip gitar kecil yang bernama Shansin. Selain taiko ada juga drum ukuran kecil yang disebut paranku.